BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Pemilihan Tema
Gereja Katolik mengenal bermacam-macam devosi. Devosi-devosi itu misalnya, devosi kepada Hati Kudus Yesus, devosi kepada Kerahiman Allah, dan sebagainya termasuk devosi kepada Maria Ibu Yesus dan Ibu Gereja. Pengertian devosi itu sendiri ialah suatu sikap hati serta perwujudannya, yang dengannya orang secara pribadi mengarahkan diri kepada sesuatu atau seseorang, yang dihargai, dijunjung tinggi, dicintai dan ditujui. Sasaran dari devosi tersebut ialah Allah sendiri, sedangkan cakupan dari devosi adalah keterlibatan personal yang meliputi seluruh manusia, khususnya segi emosional dan afektif.[1]
Doa Rosario sebagai salah satu bentuk devosi yang diarahkan kepada Maria adalah doa yang sangat akrab dengan kehidupan umat Katolik. Doa ini sangat sederhana dan dapat dipakai untuk menghadapi berbagai situasi dan kepentingan yang berbeda-beda. Doa ini sangat fleksibel, bisa dipakai untuk doa sehari-hari maupun untuk mengahadapi peristiwa-peristiwa tertentu. Doa ini dapat dipakai oleh semua umat, baik oleh anak-anak maupun orang dewasa, baik kaum awam maupun rohaniwan.[2] Singkatnya, Doa Rosario tidak memberi batasan bagi siapa saja yang ingin mendoakannya, asalkan memiliki penghayatan.
Dalam kehidupan menggereja, Doa Rosario sangat dirasakan manfaatnya. Misalnya kemenangan Armada Laut Kristen atas Konvoi Turki di Lepanto (Timur Tengah) pada 7 Oktober 1571. Pada saat perang berkobar, persekutuan Rosario Roma mengadakan pertemuan dengan mendaraskan Doa Rosario.[3] Peristiwa lain misalnya, Santo Dominikus dan para pengikutnya dari abad XII hingga abad XIV berhasil mematikan bidaah Albigensian[4] dengan jalan menggalakkan Doa Rosario dan merenungkan misteri-misteri penyelamatan.[5] Tidak ketinggalan bagi umat Katolik lainnya baik kelompok maupun perorangan, ikut merasakan peran Rosario dalam kehidupannya.
Dalam perjalanan waktu, Doa Rosario yang begitu populer pada umat Katolik, tentu saja ada masalahnya juga. Rosario yang kian populer itu, oleh sebagian orang akhirnya dilihat semacam magi, mekanik dan “obat penenang” serta “obat tidur”. Kenyataan, Doa Rosario dipakai oleh mereka yang sukar tidur untuk menimbulkan kantuk. Dalam situasi demikian, orang akhirnya kehilangan kesadaran bahwa ia sedang berelasi dengan Allah.[6]
Melihat kenyataan negatif yang dialami oleh umat beriman dalam kehidupan sehari-hari, Paus Yohanes Paulus II dalam Surat Apostoliknya: Rosarium Virginis Mariae, menegaskan bahwa Doa Rosario adalah doa yang sangat penting dan istimewa. Penting dan istimewa karena melalui Doa Rosario kita mempercayakan segala permohonan dan keprihatinan kita dan mendapat peneguhan:
Pada saat yang sama sambil mendaras dasa Salam Maria, hati kita dapat merangkum semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupan perorangan, keluarga, bangsa, Gereja dan seluruh umat manusia. Doa Rosario merangkum semua keprihatinan pribadi kita dengan keprihatinan sesama kita, khususnya mereka yang amat dekat dengan kita, yang paling kita kasihi. Jadi Doa Rosario yang sederhana ini mencerminkan irama hidup manusia.[7]
Inilah yang menjadi latar belakang bagi penulis untuk mencoba menggumuli dan memahami bagaimana surat apostolik Rosarium Virginis Mariae memahami Doa Rosario dalam kehidupan menggereja dan kehidupan umat Katolik.
2. Perumusan dan Pembatasan Tema
Doa Rosario telah memainkan perannya dalam hidup umat beriman. Dalam ensiklik Supremi Apostolatus Officio, Paus Leo VIII menganjurkan bahwa Doa Rosario merupakan senjata rohani yang ampuh untuk melawan kejahatan yang melanda masyarakat.[8] Paus Paulus VI dalam anjuran Apostolik Marialis Cultus, dalam semangat Konsili Vatikan II, juga menekankan pentingnya Rosario sebagai ciri injili dan inspirasi kristosentris.[9]
Paus Yohanes Paulus II dalam Rosarium Virginis Mariae juga sangat menekankan pentingnya Rosario. Sejak tahun-tahun mudanya Doa Rosario memainkan peranan penting dalam kehidupan rohaninya. Melalui Rosario, segala keprihatinan dipercayakan, dan melalui Rosario pula ia mendapatkan peneguhan.[10]
Untuk mencoba memahami semuanya itu, penulis memilih tema ini dan memberi judul: Rosario menurut Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae: Suatu Ulasan Teologis Spiritual. Dalam skripsi ini, penulis membatasi diri pada pemahaman surat apostolik Rosarium Virginis Mariae tentang Doa Rosario yang semakin populer pada kalangan umat beriman Katolik.
3. Tujuan Penulisan
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi ketentuan akademis guna memperoleh gelar strata satu (S-1) pada Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara. Selain itu, penulisan skripsi ini juga bertujuan menggali dan memahami Doa Rosario dari sudut pandang surat apostolik Rosarium Virginis Mariae.
Lebih lanjut lagi, penulis ingin mengajak para pembaca untuk lebih mencintai Doa Rosario dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memupuk rasa cinta pada Rosario, kecintaan kepada Maria akan terwujud. Dengan demikian, kita tidak akan pernah merasa jenuh mendaraskan Rosario, karena kita yakin dan percaya bahwa Maria akan meneruskan segala permohonan kita kepada Putranya (per Mariam ad Jesum).
4. Metode Penulisan
Dalam menulis skripsi ini, penulis menggunakan motode penelitian kepustakaan (library research), sedangkan metode penulisannya ialah metode deskriptif kritis. Penulis mengumpulkan dan membaca sejumlah tulisan mengenai Doa Rosario yang berkaitan dengan tema yang dibahas. Penulis juga menggunakan sejumlah buku yang menunjang karya tulis ini. Selain itu, penulis juga berkonsultasi dengan dosen pembimbing yang telah membimbing selama proses penulisan skripsi ini. Dalam hal ini pembimbing telah banyak memberikan masukkan bagi penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini.
5. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari empat bab yang didahului dengan kata pengantar, abstraksi dan daftar isi. Uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I merupakan Bab Pendahuluan yang berisikan latar belakang penulisan, perumusan dan pembatasan tema, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penyajian.
Bab II memuat sejarah singkat lahirnya Rosario dan sekilas pandang mengenai surat apostolik Rosarium Virginis Mariae. Mendaras Rosario tidak lain adalah menatap wajah Kristus bersama Maria. Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa memasuki milenium baru dunia menghadapi tantangan yang amat berat. Doa Rosario pada hakikatnya adalah doa untuk perdamaian karena intinya adalah kontemplasi akan Kristus.
Bab III merupakan inti dari skripsi ini. Dalam bab III ini, penulis akan menjelaskan bagaimana surat apostolik Rosarium Virginis Mariae memahami Rosario. Penulis membaginya dalam beberapa bagian: pertama, Doa Rosario dipandang sebagai ringkasan Injil. Disebut ringkasan Injil karena dalam Doa Rosario kita merenungkan misteri Kristus yang termuat dalam Injil. Kedua, Rosario mengandung empat dimensi, yaitu dimensi kristologis, antropologis, eklesiologis, dan eskatologis. Ketiga, Doa Rosario juga memiliki struktur yang jelas, yang dapat membantu untuk semakin menghayati misteri Kristus. Keempat, Doa Rosario mendatangkan manfaat bagi yang mendoakannya.
Bab IV akan menutup seluruh skripsi ini. Dalam bab penutup ini, penulis akan memberikan kesimpulan umum serta refleksi. Bersama dengan perkembangan zaman yang semakin menjanjikan, banyak orang telah meninggalkan kehidupan religiusnya apalagi yang berhubungan dengan devosi. Doa Rosario adalah salah satu bentuk devosi. Rosarium Virginis Mariae kembali mengajak kita untuk semakin mencintai kehidupan rohani, lebih-lebih mencintai Maria yang adalah Bunda kita dan Bunda Gereja.
BAB II
SEJARAH SINGKAT ROSARIO DAN
SEKILAS TENTANG SURAT APOSTOLIK
ROSARIUM VIRGINIS MARIAE
1. Pengantar
Dalam bab pertama, kita sudah melihat beberapa hal sebagai pengantar pada tema skripsi ini, yang dibatasi pada pandangan surat apostolik Rosarium Virginis Mariae. Dalam bab kedua ini, penulis akan mengulas latar belakang, alamat serta tujuan surat apostolik ini. Di samping itu, penulis juga akan memberikan gambaran mengenai sejarah singkat munculnya Rosario serta pengertian Rosario menurut surat apostolik ini.
2. Latar Belakang Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae
Dewasa ini umat manusia berada dalam periode baru sejarahnya, masa perubahan-perubahan yang mendalam dan pesat berangsur-angsur meluas ke seluruh dunia. Perubahan-perubahan yang terjadi, membawa serta kesukaran-kesukaran dan tantangan-tantangan yang tidak ringan. Dunia yang begitu mendalam merasakan kesatuan yang terjalin antar sesama manusia berangsur-angsur renggang. Kerenggangan ini muncul karena terjadi pertentangan-pertentangan yang sengit dalam berbagai bidang, baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, kesukuan, ideologi, dan sebagainya.[11]
Melihat situasi dunia yang demikian, Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan surat apostolik Rosarium Virginis Mariae. Dalam surat itu, dikatakan bahwa Rosario pada dasarnya adalah doa untuk perdamaian. Dikatakan sebagai doa perdamaian karena inti doa ini adalah kontemplasi akan Kristus, Pangeran Perdamaian.[12] Jadi, tujuan utama bukanlah pengucapan rumusan-rumusan yang tersusun secara sistematis dengan baik dan benar, melainkan bagaimana kesiapsediaan hati kita untuk merenungkan peristiwa hidup Yesus dan Maria yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa tersebut[13]:
Dalam milenium ini, di banyak bagian dunia, setiap hari dipertontonkan pertumpahan darah dan kekerasan. Memasuki milenium ini, menemukan kembali Rosario berarti menyelam dalam kontemplasi misteri Kristus yang adalah “damai kita”, karena Ia telah mempersatukan kedua belah pihak, dan telah merobohkan tembok pemisah yaitu perseteruan (Ef 2:14). Maka dari itu, orang tidak dapat mendaras Rosario tanpa merasa terjerat dalam komitmen yang kuat untuk memajukan perdamaian, khususnya di tanah air Yesus, yang masih begitu terpuruk, padahal tanah itu begitu dekat di hati setiap orang kristiani.[14]
Di samping itu, terinspirasinya Paus Yohanes Paulus II untuk mengeluarkan surat apostolik[15] ini, juga karena semangat para pendahulunya yang menaruh perhatian pada Rosario. Di sini penulis mau menunjukkan beberapa dokumen Gereja sebagai pendukung dikeluarkannya surat apostolik tersebut. Dokumen-dokumen itu antara lain: Bulla[16] pertama tentang Rosario dikeluarkan oleh Paus Alexander VI pada tahun 1494. Bulla ini menjadi pegangan utama bagi mereka yang terlibat dalam Persekutuan Rosario. Di dalamnya ditunjukkan bahwa Doa Rosario dijadikan sebagai doa perang suci, dan anggota persekutuan dapat memperoleh indulgensi[17] kalau mendoakan Rosario sesuai dengan ujud yang tercantum dalam bulla itu. Setelah bulla pertama, muncul bulla kedua dengan judul Consueverunt Romani Pontifices dari Paus Pius V, yang dikeluarkan pada tahun 1569. Di dalamnya beliau menjelaskan makna serta kegunaan dari Rosario, dan dalam arti tertentu menetapkan bentuk aktual Rosario.[18]
Berikut, Paus Leo XIII mengeluarkan sebanyak sembilan ensiklik tentang devosi umum kepada Bunda Maria Yang Terberkati dan secara khusus tentang Rosario. Salah satu ensiklik[19] itu adalah Jucunda Semper, yang dikeluarkan pada 8 September 1894. Dalam ensiklik itu beliau mengatakan:
Kita menaruh pengharapan besar kepada Doa Rosario. Kiranya Allah memberi perhatian khusus kepada doa kesalehan ini. Semoga Doa Rosario ini dicintai dan didoakan oleh umat beriman baik di kota maupun di desa, baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan kerja kita, baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar sebagai tanda perwujudan iman kristiani dan bentuk doa yang istimewa untuk memperoleh anugerah-anugerah ilahi.[20]
Dengan kata lain, Paus menetapkan Rosario sebagai bentuk devosi populer kepada Maria. Itulah sebabnya, Paus Leo XIII kerap disebut sebagai “Paus Rosario”.[21] Pendahulunya, Paus Pius IX, meskipun tidak secara langsung mempromosikan Rosario, juga mengeluarkan sebuah Ensiklik yang sangat penting, Inneffabilis Deus, tahun 1854. Dalam dokumen itu beliau merumuskan dan memaklumkan dogma tentang Maria Perawan Yang Terberkati Dikandung Tanpa Dosa.[22] Dokumen ini dianggap memberi andil besar dalam perkembangan devosi kepada Maria, yang saat itu dikenal dalam bentuk Rosario.[23]
Pada tanggal 29 September 1937, Paus Pius XI, mengeluarkan Ensiklik Ingravescentibus Malis. Di dalamnya ditunjukkan bahwa Rosario merupakan senjata paling manjur untuk mengusir setan, mempertahankan kejujuran hati dan memperoleh segala keutamaan. Doa Rosario juga dapat mengalahkan mereka yang menghina Allah dan musuh-musuh agama. Dalam tahun 1938, beliau memberikan indulgensi penuh kepada umat yang berdoa Rosario secara meditatif di hadapan Sakramen Mahakudus.[24]
Penggantinya, Paus Pius XII, banyak menaruh perhatian pada liturgi Gereja yang formal, namun dia juga memuji kebiasaan berdoa Rosario secara teratur. Ia mengeluarkan dua dokumen yang amat mendukung devosi umat kepada Bunda Maria. Pertama, Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus, pada tahun 1950. Dokumen ini berisi dasar pemikiran tentang pengangkatan Maria ke surga dengan jiwa dan raganya. Kedua, Ensiklik Ad Caeli Reginam, pada tahun 1954, memaparkan keluhuran martabat Maria. Kedua dokumen itu dengan tanpa ragu menjelaskan secara khusus misteri terangkatnya Santa Perawan Maria ke surga.[25]
Dokumen kepausan lain dikeluarkan oleh Paus Paulus VI, Marialis Cultus. Ensiklik ini berisikan kebaktian kepada Maria. Di dalamnya ditunjukkan bahwa sejak masa penobatannya sebagai Paus tahun 1963, beliau telah menunjukkan penghargaan besar kepada praktek saleh berdoa Rosario. Rosario merupakan “suatu latihan kesalehan”. Dalam konteks ini, Paus Paulus VI mengutip gagasan Paus Pius XII bahwa Rosario telah dikenal baik sebagai “ringkasan seluruh Injil”.[26]
Selanjutnya pada 1 September 1983, Paus Leo XIII memaklumkan sebuah ensiklik berjudul Supremi apostolatus officio, yang menganjurkan agar Doa Rosario dipakai sebagai senjata rohani yang ampuh untuk melawan kejahatan yang melanda masyarakat.[27] Inilah latar belakang atau titik tolak dikeluarkannya surat apostolik Rosarium Virginis Mariae oleh Paus Yohanes Paulus II, ketika memasuki milenium baru.
3. Alamat Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae
Seperti ensiklik dan surat apostolik lainnya, yang memiliki alamat atau obyek yang mau dituju, Rosarium Virginis Mariae pun demikian, yang juga merupakan salah satu dari surat apostolik. Surat apostolik ini dialamatkan kepada seluruh umat beriman baik itu para uskup, klerus, dan kaum beriman secara khusus.[28]
Dalam surat apostolik ini, Paus Yohanes Paulus II juga memberikan sapaan secara khusus kepada masing-masing pihak. Sapaan pertama ditujukan kepada para uskup, para imam dan diakon, dan para petugas pastoral dalam aneka pelayanan. Dikatakan bahwa: lewat pengalaman pribadi tentang keindahan Doa Rosario yang dialami oleh masing-masing pihak, kiranya mereka dapat memajukan doa ini dengan penuh keyakinan. Di sini kata keyakinan mendapat tekanan khusus bagi mereka.[29]
Sapaan kedua, ditujukan kepada para teolog. Dikatakan bahwa berkat kebijaksanaan dan renungan yang mendalam, yang berakar pada Sabda Allah dan kepekaan terhadap pengalaman umat kristiani, kiranya dapat menolong umat untuk menemukan dasar-dasar biblis dari Doa Rosario tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa semoga berkat pertolongan para teolog, umat dapat juga menemukan kekayaan rohani, dan nilai pastoral dari doa tradisional ini.[30]
Sapaan ketiga ditujukan kepada biarawan-biarawati, yang secara khusus dipanggil untuk berkontemplasi pada wajah Kristus. Dikatakan bahwa dalam berkontemplasi, hendaklah harus tetap berguru pada Maria. Dikatakan demikian karena Maria adalah teladan iman kita.[31]
Akhirnya kepada umat beriman kristiani pada umumnya yang menjalankan aneka bentuk kehidupan: keluarga-keluarga kristiani, para lanjut usia dan yang sedang sakit serta kepada kaum muda dikatakan:
Daraslah kembali Doa Rosario dengan penuh keyakinan. Temukanlah kembali Doa Rosario dalam terang Alkitab, dalam keserasian dengan liturgi, dan dalam konteks kehidupan sehari-hari anda.[32]
4. Tujuan Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae
Setiap ensiklik maupun surat apostolik bukan hanya membubuhkan alamat entah kepada golongan manapun, tetapi juga selalu menyatakan maksud atau tujuan. Surat apostolik ini memiliki empat tujuan, antara lain: pertama, sebagai latihan kekudusan. Rosarium Virginis Mariae mengajak seluruh umat beriman untuk menatap wajah Kristus bersama Bunda-Nya: “Mendaras Rosario tidak lain adalah menatap wajah Kristus bersama Maria”.[33] Ungkapan ini hendaknya tidak membingungkan kita dalam mengembangkan devosi kita. Ungkapan ini bukan bermaksud mengurangi perhatian kita terhadap Yesus dan memusatkan perhatian kita pada Maria. Seperti dikatakan dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, nomor 66, “Bila Bunda dihormati, Puteranya pun dikenal, dicintai dan dimuliakan sebagaimana seharusnya”.[34] Doa Rosario justru dianjurkan sebab merupakan sarana efektif untuk menunjang kontemplasi tentang misteri Kristus.[35]
Sangat penting bahwa umat kristiani pun harus belajar “memandang wajah Kristus”, seperti dahulu para rasul terpilih yaitu Petrus, Yakobus dan Yohanes memandang-Nya ketika Ia berubah rupa di depan mereka. Umat beriman harus belajar memandang wajah Kristus dalam segala peristiwa hidup-Nya yang kita ketahui dari Injil, dari kelahiran-Nya sampai sengsara dan kemuliaan-Nya, supaya “kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar” (2Kor 3:18).[36]
Kedua, untuk perdamaian. Ketika memasuki milenium baru ini dunia mengahadapi tantangan yang amat berat. Kandungan dari Doa Rosario itu sendiri adalah doa untuk perdamaian, karena terarah kepada Kristus yang adalah damai itu sendiri[37] :
Doa Rosario pada hakikatnya adalah doa untuk perdamaian, karena inti doa ini adalah kontemplasi akan Kristus, pangeran perdamaian, Dia yang adalah “damai kita” (Ef 2: 14). Barangsiapa merenungkan misteri Kristus, ia mempelajari rahasia damai dan membuat damai menjadi proyek hidupnya. Lebih dari itu, berkat ciri meditatifnya, dengan alur Salam Maria yang tenang Doa Rosario dapat menciptakan damai dalam hati mereka yang mendarasnya. Rosario dapat membuka hati si pendoa untuk menerima damai sejati yang adalah anugerah khusus dari Tuhan yang bangkit (bdk Yoh 14:17; 20:21), mengalaminya dalam lubuk hati yang terdalam dan menyebarkannya.[38]
Ketiga, untuk keutuhan keluarga. Di samping sebagai doa perdamaian, Rosario juga merupakan doa keluarga. Dalam surat apostolik Novo Millenio Ineunte, Paus Yohanes Paulus II telah menganjurkan agar kaum beriman awam merayakan Ibadat Harian dalam kehidupan sehari-hari. Melalui surat apostolik ini juga, beliau menekankan hal yang sama untuk Doa Rosario. Anjuran tersebut didasarkan atas situasi pada masa sekarang, bahwa banyak masalah telah menghadang keluarga. Agar dalam keluarga terdapat hubungan yang harmonis, saling berkomunikasi, saling mengampuni, ada kesetiakawanan, maka sangatlah perlu untuk mendaraskan Rosario secara bersama-sama:
Banyak masalah yang menghadang keluarga-keluarga masa kini, khususnya dalam masyarakat yang secara ekonomis telah maju, disebabkan oleh semakin sulitnya anggota keluarga berkomunikasi. Keluarga-keluarga jarang berkumpul dan kesempatan sering dihabiskan dengan menonton televisi. Kembali ke pendarasan Rosario berarti mengisi kehidupan sehari-hari dengan gambar yang sangat berbeda, gambar misteri keselamatan yakni gambar Penebus dan gambar Bunda-Nya yang kudus. Keluarga yang mendaras Rosario bersama-sama akan menikmati suasana rumahtangga seperti suasana rumahtangga Nazaret: para anggotanya menempatkan Yesus di tengah keluarga, mereka berbagi suka dan duka, menempatkan kebutuhan dan rencana-rencana di tangan Yesus, menimba dari Dia harapan dan kekuatan untuk melanjutkan hidupnya.[39]
Keempat, untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Doa Rosario sungguh mengikuti tahap-tahap kehidupan Yesus, yakni mulai dari kelahiran-Nya sampai pada Ia dimuliakan. Pada zaman sekarang tampaknya para orang tua cukup sulit mengikuti perkembangan anak-anaknya menuju dewasa. Hal ini dikarenakan oleh perkembangan teknologi yang demikian pesat. Berita-berita yang beraneka ragam dan pengalaman-pengalaman lain begitu cepat menyusup dalam kalangan anak-anak dan kaum remaja. Keadaan ini terkadang membuat para orang tua tertekan bahkan bingung menghadapi anak-anak yang tidak mampu menghadapi cobaan dan godaan. Dalam situasi demikian Doa Rosario dapat memberikan peran yang sangat penting bagi perkembangan anak-anak dan kaum remaja, walaupun bukan merupakan solusi bagi setiap masalah yang terjadi karena dapat mengantar mereka untuk mendapatkan bantuan rohani:
Berdoa Rosario untuk anak-anak dan lebih lagi bersama anak-anak, berarti melatih mereka sejak usia dini untuk mengalami “oasis doa” harian ini dalam keluarga. Memang ini tidak menjadi solusi untuk setiap masalah, tetapi merupakan bantuan rohani yang hendak tidak diremehkan. Tidaklah tepat menganggap Rosario tidak cocok dengan selera anak-anak dan kaum muda masa kini, tetapi barangkali anggapan itu muncul karena cara pendarasan yang tidak menarik.[40]
Inilah tujuan yang mau dicapai oleh Rosarium Virginis Mariae dalam memasuki milenium baru yang berhadapan dengan tantangan yang amat berat.
5. Sejarah Singkat dan Pengertian Rosario
5.1 Sejarah Singkat Rosario
Rosario sebagai sebuah devosi kepada Bunda Maria, dalam Gereja Katolik diakui datang dari Santo Dominikus, pendiri Ordo Dominikan pada abad XII. Dikatakan bahwa, Bunda Maria pernah menampakkan diri kepada Santo Dominikus ketika ia berjuang melawan bidaah Albigensian. Dalam penampakan tersebut, Maria memberikan Rosario kepada Santo Dominikus dan memintanya untuk mewartakan Rosario. Bunda Maria berjanji, jika ia dengan setia mewartakan dan mendoakan Rosario maka karya kerasulannya akan berhasil. Dengan mengikuti perintah Bunda Maria, Dominikus akhirnya berhasil mematikan bidaah tersebut dengan cara menggalakkan Doa Rosario.[41]
Satu hal yang tidak dapat diingkari bahwa sebelum Santo Dominikus, Santo Benediktus dan orang-orang sezamannya sudah mengenal untaian manik-manik. Pada masa itu, Ibadat Harian didaraskan dalam bentuk mazmur-mazmur dan kidung dalam Bahasa Latin. Kaum awam banyak yang melibatkan diri dalam kegiatan ini. Namun karena kaum awam tidak memahami Bahasa Latin, maka mereka mendaraskan doa Bapa Kami dalam jumlah yang tetap. Agar pendarasan tersebut dilakukan dengan baik dan benar maka digunakanlah seuntaian manik-manik atau chaplet.[42]
Pada zaman Santo Dominikus, manik-manik yang sebelumnya dipakai untuk mendaraskan Bapa Kami, mulai dipakai untuk mendaraskan Salam Maria karena saat itu devosi kepada Maria pun berkembang. Secara puitis, umat mulai menyebut chaplet atau satuan untaian manik-manik tersebut dengan nama rosarium yang berarti karangan bunga mawar untuk Maria. Maka tanpa mengurangi peran Ordo Kartusian[43] dalam mempromosikan Rosario, Santo Dominikus dan para pengikutnya mengutamakan Rosario pada zamannya. Mereka lalu menerbitkan buku-buku penuntun dan berkhotbah tentang peran Rosario. Santo-santo besar yang mengikuti jejak Dominikus antara lain, Petrus Kanisius, Philipus Neri, Beato de la Roche[44], Lauis de Montfort, Padre Pio, Beato Longo.[45]
Dalam perjalanan waktu, Doa Bapa Kami yang telah diubah menjadi Doa Salam Maria yang dibagi dalam tiga lingkaran limapuluhan dan dibagi lagi dalam lima perpuluhan. Doa Bapa Kami lalu diucapkan pada setiap awal Salam Maria, dan pada akhir perpuluha diakhiri dengan Kemuliaan. Dengan demikian terjadilah Doa Rosario yang kita kenal sampai saat ini. Doa ini kemudian berkembang di kalangan umat beriman dan mendapat tempat istimewa dalam Gereja. Paus Gregorius XIII lalu menetapkan tanggal 7 Oktober sebagai pesta Maria Ratu Rosario. Kemudian Paus Leo XIII pada tahun 1884, menetapkan bulan Oktober sebagai bulan Rosario.[46] Penetapan tersebut didasarkan atas peristiwa yang dialami Gereja yakni kemenangan pasukan Kristen yang dipimpin oleh Don Yuan atas pasukan Turki yang dipimpin oleh Halifasha dalam pertempuran pada 7 Oktober 1571, di mana kemenangan tersebut diyakini berkat kekuatan Doa Rosario.[47]
5.2 Secara Etimologis
Kata Rosario berasal dari bahasa Latin yaitu Rosarium[48] (dari akar kata Latin: rosa yang berarti bunga mawar). Secara harafiah, Rosario berarti karangan bunga mawar.[49] Bila dikaitkan dengan devosi itu sendiri, maka Rosario berarti suatu rangkaian doa beserta renungan peristiwa Alkitab yang dilakukan dengan serangkaian biji-biji. Biji-biji itu membentuk karangan doa bagaikan karangan bunga mawar. Di samping itu, Rosario disebut juga mahkota mawar. Dijuluki sebagai mahkota mawar karena mawar adalah ratu semua bunga. Jadi Rosario adalah ratu dari semua devosi, sehingga Rosario adalah devosi yang paling penting. Rosario juga dianggap sebagai doa yang paling sempurna karena di dalamnya terkandung warta keselamatan yang mengagumkan.[50]
5.3 Pengertian Rosario menurut Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae
Gereja dalam perjalanan waktu selalu meyakini kemanjuran doa ini. Kuasa doa ini dan Maria sebagai Ratu Rosario, dinyatakan sebagai figur yang mendatangkan keselamatan. Maka Gereja mempercayakan masalah-masalah penting kepada Doa Rosario.[51] Di sini surat apostolik Rosarium Virginis Mariae mendefinisikan Rosario sebagai doa untuk perdamaian.[52] Rosario dilihat sebagai senjata yang ampuh dalam melawan kejahatan dan sarana pembawa damai sejahtera.[53]
Dikatakan sebagai doa damai karena dapat memupuk, memperdalam dan memperkuat kemauan kita untuk mendapat kedamaian pikiran, perkataan, dan perbuatan. Di samping itu dapat membangun kesadaran dalam diri kita sendiri dan orang lain bahwa pencarian terhadap pembangunan perdamaian adalah hal yang penting yang harus diperjuangkan.[54] Di sini kesadaran untuk berjuang adalah hal yang penting demi terwujudnya kedamaian.
Dengan adanya kesadaran yang tertanam dalam diri kita maka hal itu akan memberikan keyakinan kepada kita bahwa kekacauan dan konflik yang terjadi pada zaman ini dapat diatasi. Di samping itu, semakin meyakinkan kita bahwa dengan berdoa Rosario kita memperoleh kekuatan untuk menghadapi masalah-masalah dengan keyakinan penuh bahwa Allah akan menolong kita.[55]
Ada beberapa alasan yang bisa diangkat mengapa Doa Rosario demikian efektif mendatangkan rahmat bagi pendoanya. Pertama, dari asal usulnya. Doa Rosario lebih bersifat ilahi. Paus Gregorius III meyakini bahwa Rosario Suci diberikan kepada kita dari surga sebagai sarana untuk meredakan murka Allah. Selanjutnya Rosario juga sebagai sarana memohon perantaraan Bunda Maria. Paus Yulius III juga meyakini hal yang sama.[56] Keyakinan para Paus ini bukan tanpa dasar. Kitab Suci mencatat bahwa Doa Bapa Kami berasal dari Yesus. Doa Salam Maria berasal dan bermula dari salam malaikat Gabriel “Salam hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau”. Malaikat tidak sekedar berbicara perihal Allah dan rencana-Nya, tapi menyatakan bahwa Allah hadir menyertai dan berkarya di tengah manusia melalui Roh Kudus. Roh Kudus-lah yang membantu kita sebab kita tidak tahu bagaimana kita harus berdoa. Kedua, Allah begitu berkenan kepada Maria. Allah berkenan kepada Maria, karena Maria hidup seturut kehendak-Nya. Maria sadar bahwa di hadapan Allah dia hanyalah seorang hamba, namun di sinilah letak keunggulannya. Maria yang telah mendapat tempat istimewa di hati Allah, tetap membantu kita untuk memperoleh rahmat demi keselamatan. Ia menjadi pembela, penolong, pendoa, dan perantara bagi kita di hadapan Allah.[57]
Ketiga, Doa Rosario merupakan bentuk devosi yang diakui dan didoakan oleh Gereja bahkan menjadi ikhtisar tahun liturgis. Dalam tahun liturgis Gereja merayakan aneka bentuk karya keselamatan Allah yang terlaksana dalam dan melalui Kristus Yesus dan Maria. Doa Rosario merangkum seluruh misteri hidup Yesus dan Maria. Doa ini demikian efektif mendatangkan rahmat. Dengan demikian nas ini tergenapi: “Jika dua orang dari padamu sepakat meminta sesuatu kepada Bapa maka akan dikabulkan, sebab jika dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, Aku hadir di antara mereka” ( Bdk. Mat18: 19- 20).[58]
Paus Yohanes Paulus II lalu menandaskan bahwa Doa Rosario adalah doa manusia bagi manusia, karena Doa Rosario bertujuan untuk mengungkapkan kesetiakawanan manusia dan doa bersama orang-orang yang tertebus. Doa Rosario adalah doa bagi semua manusia, baik untuk yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Apabila kita berdoa Rosario, kita tidak berdoa untuk satu orang saja, tetapi untuk semua orang. Jadi jelaslah bahwa doa yang diakui dan didoakan oleh Gereja ini amat efektif mendatangkan rahmat bagi semua manusia.[59]
6. Rangkuman
Rosarium Virginis Mariae telah menampakkan keterbukaan Gereja terhadap dunia. Ia berangkat dari masalah konkret yang terjadi dalam dunia zaman ini. Dalam keterbukaan tersebut, surat apostolik Rosarium Virginis Mariae berani memberikan petunjuk konkret kepada umat beriman Katolik untuk berbuat sesuatu yang berguna.
Berkat usaha Paus Yohanes Paulus II, maka surat apostolik Rosarium Virginis Mariae tentang Rosario Perawan Maria mendapat perhatian kaum beriman Katolik. Paus Yohanes Paulus II bermaksud untuk menunjukkan bahwa Gereja pada dasarnya punya keprihatinan atas situasi dunia zaman ini. Keprihatinan tersebut ditunjukkan bukan dengan aksi besar-besaran seperti demonstrasi-demonstrasi, adu kekuatan bersenjata, dan sebagainya, melainkan dengan tindakan “berdoa”.
Satu hal yang menarik dalam dokumen ini adalah sikapnya terhadap kekacauan zaman ini. Tema perdamaian yang digariskan oleh Paus Yohanes Paulus II adalah menggalakkan Doa Rosario. Bahwa dengan mendaraskan Doa Rosario yang adalah suatu bentuk kontemplasi, karena menatap wajah Yesus dan Maria, dunia bisa mengalami damai. Namun, hal ini belum cukup, jika tidak diikuti dengan kesiapsediaan hati. Jadi yang terpenting bukanlah pengucapan rumusan-rumusan yang tersusun secara sistematis dengan baik dan benar, tetapi bagaimana keterbukaan hati kita pada doa tersebut.
Dalam memberikan sumbangan ini, Paus Yohanes Paulus II bertitik tolak pada Kitab Suci sebagai sumber iman yang otentik dan menafsirkan kembali ajaran serta himbauan para pendahulunya, dalam hal ini para Paus. Gereja sadar akan keberadaannya dan ingin merubah wajah dunia dengan caranya sendiri untuk tercapainya dunia baru yang diwarnai oleh damai, cinta kasih dan keadilan.
BAB III
ROSARIO
MENURUT SURAT APOSTOLIK ROSARIUM VIRGINIS MARIAE
1. Pengantar
Dalam bab II kita telah melihat sekilas tentang surat apostolik ini. Pada bab ini, yang merupakan bab inti, penulis akan membicarakan hal-hal sebagai berikut: pertama, Rosario sebagai ringkasan Injil. Di sini penulis akan menguraikan keempat peristiwa Rosario yang direnungkan Gereja, termasuk di dalamnya adalah Peristiwa Terang. Kedua, dimensi Doa Rosario. Yang termasuk di dalamnya adalah dimensi kristologis, antropologis, eklesiologis dan eskatologis. Ketiga, struktur Doa Rosario. Struktur ini terdiri atas Bapa Kami, Salam Maria dan Kemuliaan. Keempat, fungsi Doa Rosario, antara lain: pemakluman dan pengenalan misteri Kristus, merenungkan misteri Kristus, penopang liturgi, sarana kontemplasi dan doa permohonan. Uraian masing-masing poin adalah sebagai berikut.
2. Rosario Ringkasan Injil
Doa Rosario pernah dinamakan Injil Tuhan kita Yesus Kristus menurut Maria.[60] Bila kita berdoa bersama Maria dan dengan semangatnya, dan bila kita mengikuti teladannya, kita dapat ikut dalam suka-dukanya. Maksud kita berdoa Rosario pertama-tama ialah merenungkan rahasia yang diwahyukan Allah, seperti yang kita baca dalam Injil. Rosario sebagai ringkasan Injil pernah disebut oleh Paus Pius VII. Ia mengatakan bahwa “Rosario adalah suatu sintese ringkasan Injil”.[61] Rosario sebagai ringkasan Injil juga pernah dikatakan oleh Paus Paulus VI:
Sebagai doa Injil, yang dipusatkan pada misteri inkarnasi yang menyelamatkan, Rosario adalah doa yang memiliki dimensi kristologis. Unsur yang paling khas adalah pendarasan Salam Maria secara berantai. Bentuk yang mirip dengan litani ini dengan sendirinya menjadi pujian tanpa henti kepada Kristus, yang menjadi puncak baik dari kabar malaikat maupun dari salam ibu Yohanes Pembaptis. Lebih lanjut kami ingin menyatakan bahwa pendarasan Salam Maria secara berantai itu menjadi bingkai, di mana dirajut kontemplasi atas misteri-misteri.[62]
Setiap peristiwa yang kita renungkan memiliki makna yang terkandung di dalamnya. Dengan merenungkan kelima peristiwa gembira dan kelima peristiwa sedih, kita mengikuti Allah yang turun makin dalam sampai merendahkan diri seluruhnya. Sebaliknya, dengan merenungkan kelima peristiwa mulia, kita menyertai-Nya naik ke atas.[63]
Agar Rosario menjadi “ringkasan Injil” yang lebih utuh, maka tepatlah ditambahkan oleh Paus Yohanes Paulus II, renungan tentang peristiwa-peristiwa yang amat penting dalam pelayanan Yesus di hadapan umum, yakni peristiwa-peristiwa terang.[64] Pernyataan tersebut diungkapkan oleh beliau sendiri dalam surat apostolik ini:
Saya percaya bahwa untuk menggali secara penuh kekayaan kristologis yang terkandung dalam Doa Rosario, kiranya cocok menambahkan pola baru pada pola tradisional. Tanpa mengurangi kebebasan tiap orang dan tiap jemaat, pola misteri dapat diperluas dengan menambahkan peristiwa-peristiwa pelayanan Yesus di muka umum antara pembaptisan dan sengsara-Nya.[65]
Peristiwa-peristiwa terang ditempatkan sesudah renungan sekitar inkarnasi[66] atau peristiwa kelahiran Yesus yaitu peristiwa-peristiwa gembira, dan sebelum renungan yang terpusat pada sengsara-Nya yaitu peristiwa-peristiwa sedih, dan kenangan akan kebangkitan-Nya yaitu peristiwa-peristiwa mulia.[67] Dengan bertambahnya satu peristiwa Rosario maka perlu pembagian waktu untuk masing-masing peristiwa. Menurut praktik yang sekarang lazim, Senin dan Kamis dikhususkan untuk “peristiwa gembira”, Selasa dan Jumat untuk “peristiwa sedih”, Rabu, Sabtu dan Minggu untuk “peristiwa mulia”. Perlu dipertimbangkan bahwa hari Sabtu selalu memiliki nuansa khas Maria. Dengan pertimbangan ini maka permenungan putaran kedua untuk peristiwa gembira dipindahkan ke hari Sabtu. Maka hari Kamis menjadi kosong untuk merenungkan “peristiwa terang”.[68]
2.1 Peristiwa Gembira
Lima puluhan pertama, peristiwa-peristiwa gembira, ditandai dengan sukacita yang memancar dari peristiwa inkarnasi. Ini jelas dari peristiwa pertama: Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel. Di sini salam malaikat Gabriel[69] kepada gadis Nazaret dikaitkan dengan undangan mesianis “Bersukacitalah” Maria.[70]
Sekalipun Maria tergantung pada Puteranya, dalam arti tertentu rencana penyelamatan itu pun tergantung pada Maria yakni dalam kesediaannya menjadi Bunda Penebus. Maria sebagai Bunda Sabda yang menjadi daging adalah jaminan realitas peristiwa inkarnasi. Kesediaan Maria menjadi Bunda-Nya berarti memberi kesempatan kepada Allah untuk masuk dalam situasi dan mengalami sejarah manusiawi. Dengan cara demikian tidak ada peluang bagi peristiwa inkarnasi untuk melorot menjadi mitos[71] seperti halnya yang dialami dan dihidupi oleh masyarakat tradisional.[72] Kesediaan Maria menjadi Bunda Penebus juga didasari oleh sikap pasrah atau penyerahannya kepada Allah. Hal ini diungkapkan oleh ensiklik Redemtoris Mater (Bunda Sang Penebus), nomor 39:
Dapat dikatakan bahwa persetujuannya sebagai ibu adalah akibat dari serah dirinya kepada Allah dalam keperawanannya. Maria menerima pemilihan sebagai Ibu Putera Allah, dibimbing oleh kasih seorang pengantin, yaitu cintakasih manusia kepada Allah yang “menyerahkan” diri seluruhnya. Berkat kasih ini, Maria ingin selalu dan dalam segala hal “menyerahkan diri kepada Allah” dengan hidup sebagai perawan.[73]
Di sini seluruh sejarah keselamatan, dalam arti tertentu seluruh sejarah dunia, dituntun kepada salam ini. Alam dengan cara tertentu disentuh dengan penuh kasih oleh perkenanan ilahi. Dengan perkenanan itu, Bapa menaruh hati pada Maria dan mengangkatnya menjadi Bunda Putera-Nya. Dengan demikian seluruh umat manusia dirangkul oleh fiat[74] yang menyatakan bahwa Maria dengan tulus ikhlas menyetujui kehendak Allah.[75]
Sukacita merupakan kata kunci perjumpaan antara Maria dan Elisabeth. Di sini suara Maria dan kehadiran Yesus dalam rahimnya membuat Yohanes melonjak kegirangan (bdk. Luk 1:44).[76] Sukacita juga memenuhi kawasan Betlehem ketika bayi ilahi dilahirkan, Juruselamat dunia yang diberitakan oleh nyanyian para malaikat dan dimaklumkan kepada para gembala sebagai kesukaan besar (Luk 2:10).[77]
Penginjil Yohanes menulis “karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Berkat keilahian Putera Allah dari seorang wanita, Allah begitu dekat dengan manusia. Ia rela menjadi manusia. Solidaritas Allah dalam situasi malang manusia mengindikasikan bahwa manusia mempunyai arti bahkan manusia diangkat menjadi anak Allah (bdk. Gal 3:26). Manusia mengalami kemerdekaan karena cinta Allah yang membebaskan. Dengan menjadi manusia, ke-allah-an Allah Putera tidak berkurang, sehingga berbeda dengan ajaran Doketisme[78] yang bertentangan dengan paham kekristenan.[79]
Maka, merenungkan peristiwa-peristiwa “gembira” berarti menyelami sumber-sumber utama dan makna terdalam sukacita kristiani.[80] Ini berarti memusatkan perhatian pada misteri inkarnasi dan pada bayang-bayang kelam sengsara yang menyelamatkan. Maria menuntun kita menemukan rahasia sukacita kristiani, sambil mengingatkan kita bahwa agama kristiani pertama-tama dan utama adalah euangelion, “kabar baik” yang inti dan isinya adalah pribadi Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, Juruselamat dunia.[81] Di samping itu, peristiwa-peristiwa gembira juga megajak kita untuk merenungkan bagaimana kita selama ini cenderung bergembira dengan ukuran duniawi atau materi dan mengabaikan kegembiraan rohani yang kita alami.[82]
2.1 Peristiwa Terang
Dari masa kanak-kanak Yesus dan hidup-Nya yang tersembunyi di Nazaret[83], kita beranjak ke hidup Yesus di hadapan umum.[84] Yesus mulai menampakkan diri-Nya sebagai utusan Allah. Di hadapan orang banyak, Ia bukan hanya mewartakan Kerajaan Allah dengan kata-kata saja tetapi dibarengi juga dengan tindakan-tindakan nyata. Inilah tugas yang harus Ia jalankan karena untuk itulah Ia diutus.
Di sini kontemplasi kepada Kristus, membawa kita kepada peristiwa-peristiwa yang secara khusus disebut “peristiwa terang”. Memang seluruh misteri Yesus Kristus adalah misteri terang. Yesus adalah “terang dunia” (Yoh 8:12). Kebenaran-kebenaran ini muncul secara khas selama tahun-tahun hidup Yesus di hadapan umum di mana Ia memaklumkan Injil Kerajaan Allah. Peristiwa terang itu antara lain: pertama, Yesus dibaptis di Sungai Yordan, kedua, Yesus menyatakan kemuliaan-Nya dalam pesta perkawinan di Kana, ketiga, Yesus memberitakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan, keempat, Yesus menampakkan kemuliaan-Nya, kelima, Yesus menetapkan Ekaristi sebagai sakramen misteri Paskah.[85]
Peristiwa pertama, Pembaptisan di Sungai Yordan. Peristiwa ini, mengungkapkan bahwa ketika Yesus turun ke air, Ia yang tak berdosa “dijadikan dosa” demi kita (bdk. 2Kor 2:21), langit terbuka lebar dan suara Bapa menyatakan Dia sebagai anak kesayangan-Nya (bdk. Mat 3:17). Sementara itu Roh Kudus turun ke atas Dia untuk menyerahkan kepada-Nya perutusan yang harus Ia laksanakan.[86]
Peristiwa terang kedua, Yesus menyatakan tanda yang pertama dari tanda-tanda yang dikerjakan-Nya. Peristiwa tersebut terjadi di Kana (bdk. Yoh 2:1-12). Dengan mengubah air menjadi anggur, secara tidak langsung Yesus membuka hati para rasul kepada iman dan bersyukur atas campur tangan Maria sebagai orang pertama di antara kaum beriman.[87] Menurut penginjil Yohanes, di sini Maria tampil sebagai “sang wanita” dari penciptaan baru yang menyebabkan tanda pertama. “Kehabisan anggur” akan menyebabkan kesedihan dan karena itu teks ini menekankan reaksi Maria. Dalam konteks ini kepengantaraan Maria sebagai seorang ibu sangat ditekankan yakni ketika manusia mengalami kesusahan, ia hadir untuk menolong.[88]
Peristiwa terang ketiga, Yesus memberitakan datangnya Kerajaan Allah, memanggil orang untuk bertobat (bdk. Mrk 1:15), dan mengampuni dosa-dosa semua yang mendekat kepada-Nya dengan penyesalan yang tulus (bdk. Mrk 2:3-13; Luk 7:47-48). Inilah tindakan pelayanan Yesus yang dilaksanakan dengan kasih. Tindakan ini bukan berhenti pada suatu masa atau zaman tertentu saja melainkan tetap berlangsung sampai akhir zaman, khususnya melalui sakramen rekonsiliasi yang telah dipercayakan kepada Gereja.[89]
Peristiwa terang keempat, Yesus menampakkan kemuliaan-Nya, yang seturut tradisi, peristiwa ini terjadi di Gunung Tabor. Peristiwa ini dikatakan sebagai peristiwa utama karena kemuliaan Allah memancar dari wajah Yesus, sementara Bapa memberi perintah kepada para murid-Nya yang sedang tercengang-cengang untuk “mendengarkan Dia” (bdk. Luk 9:35) dan bersiap-siap mengalami sakratul maut bersama Dia, tetapi juga bersama Dia menyongsong sukacita kebangkitan dan hidup baru.[90]
Peristiwa terang kelima, Yesus menetapkan Ekaristi. Dalam peristiwa ini Yesus menyerahkan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur, dan menyatakan sampai tuntas kasih-Nya kepada umat manusia (bdk. Yoh 13:1). Demi keselamatan mereka Ia mengorbankan diri-Nya.[91] Melalui penyerahan diri penuh harapan dan cinta kasih, Gereja juga berperan serta dalam daya kekuatan karya penebusan yang diungkapkan dan dituangkan oleh-Nya dalam bentuk sakramen. Ekaristi merupakan pusat dan puncak seluruh hidup sakramental, jalan bagi setiap orang Kristen untuk menerima daya penyelamat penebusan yang telah dimulai dalam misteri baptis, saat kita dikuburkan ke dalam wafat Kristus untuk ikut serta dalam kebangkitan-Nya, karena kehendak Kristus dalam sakramen itu terus-menerus diperbaharui sampai pada misteri pengorbanan-Nya kepada Bapa di Mesbah Salib.[92]
Dalam peristiwa-peristiwa ini, kecuali mukjizat di Kana, kehadiran Maria tersamar di latar belakang. Injil hanya sekilas menyinggung kehadirannya pada salah satu kesempatan dalam khotbah Yesus (bdk. Mrk 3:31-35; Yoh 2:12), dan tidak memberi petunjuk bahwa ia hadir dalam perjamuan terakhir saat Yesus menetapkan Ekaristi. Namun peran yang ditunjukkan di Kana kiranya menyertai Yesus dalam pelayanan-Nya.[93] “Lakukanlah apa yang Ia katakan” (Yoh 2:5), merupakan amanat bundawi terbesar yang disampaikan Maria kepada Gereja di setiap zaman. Amanat ini merupakan pengantar yang tepat untuk kata-kata dan tanda-tanda yang dibuat Yesus di hadapan orang banyak. Hal ini menjadi dasar keyakinan bahwa Maria sungguh terlibat dalam semua “peristiwa terang”.[94]
2.2 Peristiwa Sedih
Setelah kita melihat kehidupan Yesus di muka umum, maka sekarang sampailah kita pada akhir perjuangan Yesus, yakni penderitaan-Nya. Injil sangat menonjolkan misteri sengsara Kristus. Dari awal kesalehan kristiani, khususnya dalam devosi Jalan Salib pada Masa Prapaska, telah dipusatkan pada aneka peristiwa dalam sengsara Kristus.[95]
Jika ditinjau dari kacamata sejarah, penderitaan Kristus merupakan akibat dari misi pembebasan-Nya yang bersifat universal. Di samping itu juga karena sikap-Nya yang mengancam tatanan yang sedang berkuasa pada zaman-Nya. Ia memperjuangkan keadilan dan kebenaran yang ternyata berbeda dengan keadilan dan kebenaran dalam konsep orang Farisi[96]. Banyak orang akhirnya bersekongkol untuk menyingkirkan-Nya yang adalah “Yang Kudus dan Benar” (Kis 3:14). Namun jika kita tinjau dari segi teologis, maka sengsara Kristus merupakan konsekuensi kesetiaan-Nya kepada Bapa dan manusia.[97]
Doa Rosario memilih peristiwa tertentu dari sengsara Yesus sambil mengundang kaum beriman untuk merenungkan dalam hati dan menghayatinya. Urutan permenungan tersebut dimulai dari peristiwa pertama yakni peristiwa Taman Getsemani. Di sini Yesus mengalami sakratul maut demi menghadapi kehendak Bapa, apalagi sebagai manusia ada kelemahan untuk memberontak. Dalam situasi ini, Ia menghadapi godaan yang berat dan melawan semua dosa manusiawi, sehingga Ia lalu berkata kepada Bapa-Nya: “bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk 22:42). Atas dasar kepatuhan kepada kehendak Bapa-Nya, akhirnya menjadi jelas dalam peristiwa-peristiwa berikutnya yakni: Ia didera, dimahkotai duri, memanggul salib dan wafat di salib.[98]
Peristiwa kedua: Yesus Didera.[99] Dalam peristiwa penderaan atas Yesus, Pilatus bukannya tidak berusaha untuk membebaskan Dia, tetapi karena kemauan orang Yahudi yang sudah berubah bagaikan Serigala yang kehausan darah. Pilatus bagaikan “tikus yang terterkam kucing” atau pun “kucing yang terterkam harimau”. Dalam situasi demikian ia harus mengambil keputusan. Yesus lalu didera tanpa ada rasa kasih, seperti yang Ia ajarkan sendiri “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:39).[100]
Peristiwa ketiga: Yesus Dimahkotai Duri.[101] Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan meletakkan di atas kepala-Nya. Mereka mengenakan pada-Nya jubah ungu dan berkata kepada-Nya: ”Salam hai Raja orang Yahudi” (Yoh 19:2-3). Menurut para peziarah, bahwa di Kota Yerusalem banyak terdapat semak berduri yang panjang durinya kira-kira tiga sentimeter. Duri inilah yang diletakkan di atas kepala Yesus. Dengan bermahkota duri dan berjubah ungu, Pilatus memperlihatkan Yesus di muka umum. Tujuan utama Pilatus ialah untuk memperlembut hati orang Yahudi. Namun sebaliknya yang terjadi, mereka mengeraskan hati dan menuntut darah-Nya.[102]
Peristiwa keempat: Yesus Memanggul Salib.[103] Begitu keputusan dijatuhkan, penghukuman pun berlangsung. Para prajurit memperlakukan orang malang yang terhukum dengan cara penyiksaan yang mengerikan. Di sini keadilan Allah akan menghakimi manusia. Ia akan menyatakan Diri-Nya dengan terang-benderang laksana mentari pada hari kebangkitan. Namun hal tersebut belum terjadi, Yesus harus meminum piala penderitaan sampai tetes darah terakhir.[104]
Peristiwa kelima: Yesus Wafat di Salib.[105] Istilah asphyxia yang berarti keadaan tak bernapas, akan membuat mati manusia dalam waktu sepuluh hingga limabelas menit. Dr. Hyneck mencatat hal tersebut dalam lukisannya mengenai tawanan-tawanan Jerman dan Austria yang dihukum gantung. Mengenai Yesus yang tergantung di salib selama tiga jam, hal tersebut merupakan suatu keajaiban. Yesus bisa membuat hal ini terjadi, karena cinta-Nya kepada Bapa dan manusia.[106]
Dalam dunia dewasa ini penderitaan Kristus terulang kembali dalam hidup mereka yang menjadi korban ketidakadilan. Penderitaan mereka tampaknya seperti penderitaan Kristus historis. Orang-orang yang merupakan korban ketidakadilan lebih suka memilih mati namun mulia, daripada menikmati kegembiraan karena suatu kebebasan yang terkutuk.[107] Ecce homo (inilah manusia): harkat, asal-usul dan kepenuhan manusia harus ditemukan dalam Kristus. Perisiwa-peristiwa sedih membuka hati kaum beriman untuk menghayati kematian Yesus, berdiri di kaki salib bersama Maria, masuk bersama Maria ke lubuk kasih Allah yang memberi kehidupan.[108]
2.3 Peristiwa Mulia
“Kalau kita menatap wajah Kristus, tidak bisa kita berhenti pada wajah Sang Tersalib. Ia telah bangkit.[109] Perkataan serupa keluar dari mulut malaikat ketika para murid melihat makam kosong. “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit” (Luk 24:5-6).
Doa Rosario selalu mengatakan hal ini, dan mengundang kaum beriman untuk melintasi kegelapan sengsara dan memandang kemuliaan Kristus dalam kebangkitan serta kenaikan-Nya ke surga.[110] Kebangkitan adalah makna pengharapan kita, sebab kebangkitan merupakan wujud nyata Kerajaan Allah. Allah tidak meninggalkan Yesus. Dalam peristiwa kebangkitan, Allah justru membuktikan bahwa Dia sungguh berada pada pihak Yesus. Kebangkitan merupakan protes atas ketidakadilan yang dialami Yesus. Kebangkitan juga merupakan protes atas nilai-nilai yang semata-mata bersifat duniawi.[111]
Dengan memandang Dia yang telah bangkit, orang Kristen menemukan dasar-dasar iman mereka (bdk. 1 Kor 15:14) dan menikmati sukacita bukan hanya mereka yang menyaksikan penampakan Yesus yakni para rasul, Maria Magdalena dan para murid yang berjalan ke Emaus.[112] Dalam kebangkitan Yesus ditegaskan bahwa Yesus yang pernah hidup dalam sejarah, kini di tangan Allah menjadi sumber keselamatan yakni Kristus yang dibangkitkan. Hal ini dialami bukan hanya produksi pikiran dan keinginan, tetapi sebuah realitas. Kalau Yesus dari Nasaret tidak lagi hidup di hadapan Allah, maka keselamatan yang dinyatakan Allah menjadi sia-sia. Atas dasar gagasan ini, pewartaan tentang penampakan harus dipertahankan, karena di dalamnya diungkapkan pengalaman dasar tersebut. Penampakan tidak membuktikan, melainkan menegaskan bahwa Yesus yang dahulu hidup, kini oleh Allah dinyatakan hidup dalam kadar lain.[113] Dalam peristiwa kenaikan, Yesus diangkat ke dalam kemuliaan, ke sisi kanan Bapa, sementara Maria sendiri diangkat dalam kemuliaan yang sama dalam peristiwa terangkatnya ke surga.[114]
Perawan Tak Bernoda diangkat ke surga setelah menyelesaikan masa tinggal sementara di dunia. Maria diangkat ke surga oleh Tuhan sebagai Ratu Semesta Alam agar dia diserupakan dengan Sang Putera Tuhan segala tuan (bdk. Why 19:16).[115] Penetapan Maria diangkat ke surga sebagai sebuah dogma, seperti yang telah disinggung dalam bab II, merupakan kemauan dari umat beriman sendiri sejak tahun 1849. Permohonan untuk dijadikan dogma datang dari 113 kardinal, 2505 uskup, 3200 pastor dan biarawan, 5000 biarawati dan 8 juta umat. Atas permohonan tersebut Paus Pius XII lalu mengirim sebuah ensiklik Deiparae Virginis[116] kepada para Uskup di seluruh dunia untuk meminta persetujuan.[117] Dengan pengangkatannya ke surga, Maria mencicipi privilese yang unik, nasib yang diberikan kepada orang benar pada saat kebangkitan orang mati.[118]
Di antara Yesus dan Maria tidak ada kesetaraan yang tak terhingga. Walaupun demikian, ada kesejajaran di antara keduanya. Apa yang dikatakan tentang Yesus, secara analogi dapat dikatakan kepada Maria. Yesus menjadi Tuhan supaya segala makhluk bertekuk lutut di hadapan-Nya (Flp 2:10). Oleh karena itu Ia harus bangkit dan naik ke surga. Mengikuti alur berpikir yang sama untuk menjadi “Ratu Semesta Alam”, Maria pertama-tama harus dimuliakan.[119] Maria dimahkotai di Surga karena ia setia kepada misi yang dipercayakan kepadanya. Ia selalu setia dan tak berdosa serta menyerahkan diri secara total kepada kehendak Tuhan.[120]
Dari rangkaian kemuliaan yang dialami Putera dan Bunda, Doa Rosario lalu menampilkan di hadapan kita peristiwa mulia yang ketiga: Roh Kudus turun atas para rasul. Peristiwa Pentakosta selalu menampilkan Gereja sebagai satu keluarga yang berhimpun bersama Maria. Di sini Gereja dihidupi oleh Roh Kudus, dan Gereja juga harus bersiap untuk misi evangelisasi.[121] Tugas ini dilaksanakan oleh Gereja sepanjang zaman agar Kerajaan Allah yang tidak tampak menjadi nyata dan dialami oleh setiap orang. Umat merenungkan peristiwa mulia berarti dituntun menuju kebahagiaan eskatologis dengan harapan yang besar. Gereja sebagai umat Allah kini sedang berziarah menuju rumah Bapa. Harapan pada kebahagiaan akan mendorong mereka untuk dengan berani memberi kesaksian tentang “kabar baik” yang memberi makna pada seluruh keberadaan mereka.[122]
3. Dimensi Doa Rosario
Di samping sebagai ringaksan Injil, Rosario juga memiliki beberapa dimensi. Dimensi-dimensi Rosario tersebut antara lain: dimensi Kristologis, dimensi antropologis, dimensi eklesiologis dan dimensi eskatologis.
3.1 Dimensi Kristologis Doa Rosario
Rosario memiliki dimensi kristologis karena Rosario diarahkan kepada Kristus. Kristus adalah satu-satunya Pengantara antara Allah dan umat manusia.[123] Hal senada juga diungkapkan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada Timotius:
Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi Pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan. Untuk kesaksian itulah, aku ditetapkan sebagai pemberita dan rasul.[124]
3.1.1 Wajah yang Bercahaya Bagaikan Surya
“Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari”. (Mat 17: 2) Perubahan rupa Yesus seperti yang dikisahkan dalam Injil, membuat ketiga rasul: Petrus, Yakobus, dan Yohanes terpesona karena keindahan wajah-Nya. Umat kristiani yang berkontemplasi kepada Kristus melalui doa ini, juga dapat mengalami keindahan wajah Kristus seperti ketiga murid di atas. Melalui kontemplasi ini umat kristiani diarahkan untuk menyelami misteri Kristus di tengah peristiwa hidup sehari-hari dan di tengah penderitaan-Nya ketika Ia berada di dunia. Dengan menyelami misteri-misteri tersebut, umat kristiani diharapkan semakin terbuka untuk menerima misteri Tritunggal, yakni untuk mengalami kasih Bapa yang selalu membara dan menikmati sukacita yang dibangkitkan oleh Roh Kudus. St. Paulus juga pernah mengatakan bahwa kita semua adalah cerminan kemuliaan Tuhan, maka kita diubah menjadi gambar-Nya (bdk. 2 Kor 3:18).[125]
3.1.2 Kontemplasi Wajah Kristus
Berkontemplasi melalui Doa Rosario, berarti mengarahkan perhatian pada wajah Kristus yang tergambar dalam diri Maria. Dinyatakan demikian karena Maria secara tulus memusatkan kontemplasinya pada wajah Kristus. Mata hati Maria sudah tertuju pada Kristus Yesus sejak ia menerima kabar dari Malaikat Gabriel sampai pada peristiwa pencurahan Roh Kudus. Dapat disimpulkan bahwa Maria secara paripurna menatap wajah Kristus sepanjang hidup-Nya sampai pada kematian dan kemuliaan Puteranya. Tak seorang pun pernah memusatkan kontemplasinya pada wajah Yesus setulus Maria. Maria memang seorang ibu yang dengan kelembutan mengikuti Yesus di jalan hidup-Nya, baik dalam suka maupun dalam duka.[126]
3.1.3 Maria Selalu Ingat Akan Yesus
Sepanjang hidupnya, tatapan Maria tetap tertuju pada Putranya. Hal ini mengindikasikan bahwa tatapan itu bukan hanya berhenti pada peristiwa: hidup, sengsara, dan kebangkitan Yesus, melainkan juga tetap berlaku sepanjang masa. Dapat dikatakan bahwa ingatan-ingatan itu merupakan “Rosario” yang tak henti-henti didaras sepanjang hayatnya di dunia. Maria terus-menerus membeberkan “misteri-misteri Putranya” di hadapan kaum beriman agar umat beriman turut merasakan saluran kuasa yang menyelamatkan. Karena dengan mendaras Rosario, umat kristiani menjalin kontak dengan Maria yang terus-menerus ingat akan Sang Putera dan menatap wajah-Nya dalam kontemplasi.[127]
3.1.4 Bersama Maria, Mengenangkan Kristus
Kontemplasi Maria pertama-tama adalah “mengenang”. Kita harus memahami kata ini secara alkitabiah. Dalam Alkitab, kata “mengenang” (Zakar) berarti menghadirkan karya-karya yang dilaksanakan Allah dalam sejarah keselamatan. Karya penyelamatan itu berpuncak dalam diri Yesus Kristus, yang bukan hanya masa lampau melainkan juga merupakan bagian masa kini yang dihadirkan melalui liturgi; sebab liturgi merupakan pusat dan puncak kegiatan imami Kristus dan ibadat jemaat. Dalam liturgi kita dipanggil untuk berdoa bersama. Rosario dengan kekhasannya merupakan sebuah panorama doa “tanpa henti”, seperti kata St. Paulus: “mereka harus berdoa tanpa henti” (bdk. 1 Tes 5:17). Oleh karena itu, jika liturgi sebagai kegiatan Kristus dan Gereja adalah karya keselamatan, maka Rosario pun merupakan renungan bersama Maria mengenai Kristus.[128]
Ada tiga hal yang melatarbelakangi keyakinan Gereja, bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya Pengantara Allah dan manusia. Pertama, misteri inkarnasi mengandung paham dasariah tentang Yesus Kristus sebagai Pengantara.[129] Karena di dalam pribadi-Nya terwujud persatuan yang sempurna antara dua pihak yaitu Allah di satu pihak dan manusia lain pihak, tidak seorang pun dapat dijadikan kembaran-Nya. Ia sungguh Allah dan sungguh manusia. Kedua, peran-Nya sebagai Pengantara dilaksanakan dalam seluruh hidup-Nya yang memuncak dalam korban salib. Korban itu memperlihatkan cara Yesus mamulihkan hubungan Allah dan manusia yang terputus karena dosa manusia. Ketiga, aplikasi penebusan Yesus Kristus pada umat manusia. Di sini manusia mengambil sikap beriman di dalam Gereja. Percaya akan hal ikhwal misteri Kristus.[130]
Dari antara semua ciptaan, hanya Santa Perawan yang diperkenankan masuk, berhubungan dengan dan mengambil bagian secara lengkap dalam ketiga hal tersebut. Keistimewaan yang memungkinkan Maria berperan serta dalam ketiga hal itu memberi alasan cukup mengapa beliau mempunyai kedudukan istimewa di dalam Kristus.[131] Kedudukannya itu mencerminkan fungsinya sebagai Bunda Rohani. Fungsi itu menjadi nyata dalam kesediaannya untuk mencintai semua anggota umat Allah, dengan sendiri menjaga saudara-saudari Putranya yang kini masih merantau di dunia dan terancam oleh rupa-rupa angin kecemasan dan kekuatiran.[132]
Dengan demikian, tak seorang pun dapat masuk dalam persatuan dengan Allah kecuali melalui Kristus, oleh karya Roh Kudus[133] karena Kristus merupakan pusat dan puncak karya keselamatan Allah. Paulus merumuskan pokok ini dengan jelas: “bagi kita hanya satu Allah saja, yaitu Bapa yang dari-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja yaitu Yesus Kristus yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan karena Dia kita hidup”.[134]
3.1.5 Dari Maria, Belajar Mengenal Kristus
Kristus adalah guru yang paling ulung, Sang Pewahyu dan sekaligus Sang Terwahyu. Yang terpenting bagi kita bukan hanya belajar mengetahui apa yang diajarkan-Nya, tetapi belajar mengenal Dia. Maria adalah guru yang baik untuk belajar mengenal Kristus, walaupun dari sudut pandang ilahi Roh Kuduslah guru batin kita. Hal yang mengindikasikan kepengentaraan Maria adalah pesta perkawinan di Kana, di mana mereka kehabisan anggur. Di sana Maria mendesak para pelayan untuk melakukan apa yang akan diperintahkan oleh Yesus. Maka merenungkan peristiwa-peristiwa Rosario berarti belajar dari dia untuk mengenal Kristus. Berguru pada Maria adalah cara belajar yang paling baik karena ia mengajar dengan memperoleh bagi kita karunia-karunia Roh Kudus secara berlimpah, khususnya ketika ia memberikan contoh yang tak tertandingi, yakni ziarah imannya sendiri.[135]
Dengan demikian, Doa Rosario menampilkan “rahasia” yang dengan mudah menghantar kita kepada pengenalan yang mendalam tentang Kristus,[136] sebab tujuan akhir devosi adalah Yesus Kristus, Dialah alpha dan omega (awal dan akhir).[137] Melalui doa ini seluruh misteri Kristus terungkap secara jelas. Dalam pesta perkawinan di Kana, dengan jelas ditunjukkan kekuatan doa Maria ketika ia memberitahukan kepada Yesus kebutuhan orang lain, “mereka kehabisan anggur” (Yoh 2:3).[138]
Keotentikan devosi kepada Maria ditentukan oleh buah-buah atau hasilnya. Devosi kepada Maria pertama-tama diarahkan kepada karya keselamatan Tuhan yang telah dilakukan dalam dirinya yakni dengan kesediaannya menjadi Bunda Penebus. Devosi kepada Maria harus membawa kita untuk mendatangkan sikap keterbukaan dan penghampaan diri kita kepada Tuhan. Inilah orientasi kristologis dari kesalehan kepada Maria.[139] Hal ini telah ditekankan secara klasik oleh mariolog, Santo Louis Maria Grignon de Montfort: Ad Jesum Per Mariam. Jika devosi kepada Maria itu otentik, maka devosi tersebut harus membawa kita lebih dekat dengan Yesus. Jika tidak demikian maka devosi kepada Maria tersebut tidak murni. Devosi kepada Maria tidak pernah menghalangi, melainkan harus membawa kita kepada Kristus.[140]
3.1.6 Bersama Maria, Menjadi Serupa dengan Kristus
Merenungkan peristiwa-peristiwa Rosario bersama dengan Maria berarti belajar dari dia untuk mengenal Kristus, menemukan rahasia-rahasia-Nya, dan memaknai amanat-Nya. Doa Rosario itu ibarat ziarah batin yang didasarkan pada kontemplasi terus-menerus atas wajah Kristus bersama Maria. Dalam ziarah batin ini, ideal untuk menjadi serupa dengan Kristus diupayakan lewat persahabatan yakni melalui relasi kita dengan Kristus. Dengan demikian kita dapat masuk secara alami dalam kehidupan Kristus dan ikut merasakan gejolak-gejolak hati-Nya yang terdalam. Dalam proses menjadi serupa dengan Kristus, dalam Doa Rosario kita mempercayakan secara khusus kasih bundawi Maria sebab dia adalah Bunda Kristus dan anggota Gereja yang ulung dan istimewa. Doa Rosario secara mistik mengantar kita ke sisi Maria yang sedang sibuk memperhatikan pertumbuhan insani Yesus dalam keluarga Nazaret. Ini memberikan kesempatan bagi dia untuk melatih kita dan membentuk kita dengan perhatian yang sama, sampai “Kristus sepenuhnya terbentuk” dalam diri kita (bdk. Gal 4:19).[141]
3.1.7 Bersama Maria, Berdoa kepada Kristus
Yesus mengundang kita untuk berdoa kepada Bapa dengan keyakinan bahwa Bapa akan mendengarkan doa kita: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (Mat 7:7). Dengan kasih keibuannya, Maria tetap dan terus menopang doa-doa kita. Doa Rosario yang merupakan renungan sekaligus permohonan mendesak Bunda Maria untuk memperoleh semuanya dari hati Putranya. Maka jika dalam Doa Rosario kita memohon dangan segenap hati bersama Maria, bait Roh Kudus (bdk Luk 1:35), ia akan berdoa untuk kita di hadapan Bapa yang memenuhi dia dengan rahmat, dan di hadapan Putra yang lahir dari rahimnya, yang berdoa bersama kita dan untuk kita.[142]
3.1.8 Bersama Maria, Memaklumkan kristus
Doa Rosario adalah sarana pemakluman dan pengenalan yang makin mendalam, sebab melalui doa ini misteri Kristus dipaparkan. Pendarasan Rosario yang dilaksanakan secara bersama-sama, misalnya di paroki demikian juga di tempat-tempat ziarah, secara tidak langsung menunjukkan peran Maria dalam melanjutkan karyanya memaklumkan Kristus. Karya ini telah diaksanakan oleh para pendahulu kita, seperti para Dominikan ketika Gereja sedang dalam kesulitan karena merebaknya ajaran-ajaran sesat.[143]
3.2 Dimensi Antropologis Doa Rosario
Selain dimensi Kristologis, Doa Rosorio juga memiliki dimensi antropologis.[144] Di sini kebenaran manusia akan tampak apabila kita berkontemplasi kepada Kristus dengan merenungkan aneka tahap kehidupan-Nya, yakni dari peristiwa kelahiran, masa karya-Nya, sengsara-Nya hingga mencapai kemuliaan-Nya. Hal ini ditandaskan oleh Konsili Vatikan II demikian juga dalam ensiklik Redemptor Hominis : “hanya dalam misteri Sabda yang menjelma, misteri manusia benar-benar menjadi jelas”. Doa Rosario membantu kita memahami hal ini, bahwa dalam perjalanan hidup Kristus, perjalanan hidup manusia dirangkum, diungkap dan ditebus.[145]
Dengan meniti jalan ini orang beriman bertatap muka dengan Sang Manusia Sejati. Dengan merenungkan kelahiran Yesus, kita belajar menguduskan hidup; dengan menyimak rumah tangga Nazaret, kita mempelajari pedoman dasar keluarga seturut rencana Allah; dengan mendengarkan ajaran Sang Guru dari misteri-misteri pelayanan-Nya di muka umum, kita menemukan terang yang menuntun kita memasuki Kerajaan Allah; dan dengan mengikuti Dia di jalan menuju Kalvari, kita memahami makna penderitaan yang menyelamatkan. Akhirnya, dengan memandang kemuliaan Kristus dan Bunda-Nya, kita melihat tujuan ke mana kita semua dipanggil, asal kita membiarkan diri kita disembuhkan dan diubah oleh Roh Kudus.[146]
Yesus Kristus adalah Manusia Kudus. Walaupun sebagai Allah, tetapi Ia juga manusia. Maka sangatlah wajar bahwa dalam perjumpaan dengan Dia kita membawa serta segala persoalan hidup kita, yang kita alami dalam pergumulan hidup kita setiap hari. Hal serupa diungkapkan oleh pemazmur: “Serahkanlah kekuatiranmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau” (Mzm 55:23). Berdoa Rosario berarti menyerahkan beban-beban hidup kita kepada Kristus dan Bunda-Nya yang murah hati.[147] Sebagai bahan perbandingan, penulis mengangkat bagaimana cara Yesus menyampaikan Kabar Sukacita dalam pengajaran-Nya. Dalam hal ini Yesus selalu menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Perumpamaan tersebut diambil dari kenyataan hidup manusia yang sangat manusiawi. Tujuan dari perumpamaan itu ialah agar manusia dapat memahami realitas ilahi melalui realitas manusiawi yang dapat dialami dan dirasakan.[148]
3.3 Dimensi Eklesiologis Doa Rosario
Setelah kita melihat dimensi antropologis Doa Rosario, kita kemudian diarahkan pada sisi kolektivitas. Kita bertolak dari segi manusia menuju gabungan dari manusia-manusia yang membentuk suatu himpunan atau kelompok yakni Gereja. Hal yang mau diungkapkan dalam dimensi eklesiologis[149] adalah bahwa Doa Rosario bukan hanya doa perorangan, melainkan juga merupakan doa Gereja.[150]
Dalam dunia dewasa ini, di berbagai wilayah Gereja ada banyak cara mengawali Doa Rosario. Di sejumlah tempat, Doa Rosario bisa diawali dengan kata-kata pembukaan dari mazmur 70: “Ya Allah bersegeralah menolong aku; Tuhan tolonglah aku dengan segera”. Seruan ini mau mengajak si pendoa untuk menyadari ketidakmampuannya.[151] Di tempat lain Doa Rosario dimulai dengan pendarasan syahadat para rasul. Dengan cara ini, pengakuan iman mau dijadikan landasan proses kontemplasi yang siap dilaksanakan.[152]
Kebiasaan-kebiasaan ini dan kebiasaan-kebiasaan lain yang serupa, sejauh menyiapkan hati untuk kontemplasi, semuanya sah. Doa Rosario kemudian diakhiri dengan ujud-ujud Bapa Suci. Dengan ini visi si pendoa mau diperluas untuk merangkul semua kebutuhan Gereja.[153] Justru untuk mengembangkan dimensi gerejawi dari Doa Rosario inilah Gereja merasa tepat memberikan indulgensi kepada mereka yang mendarasnya dengan sikap hati yang jernih.[154]
Kita telah melihat iman Gereja selama berabad-abad akan keikutsertaan Maria dengan badan dan jiwanya ke dalam kemuliaan Kristus. Seperti dulu Maria mengambil bagian dalam hidup, sengsara dan kematian Puteranya, demikian pun Gereja percaya bahwa Maria sekarang mengambil bagian dalam kemuliaan-Nya (Rm 8:17). Maria terus datang untuk mengabdi Yesus dengan penyerahan diri seluruhnya. Sekarang ia juga datang dalam kemuliaan bersama Yesus (Mat 25:34). Maria adalah milik Yesus yang paling akrab sebagai ibu terhadap Putra, sebagai anggota hidup tubuh-Nya yang paling dekat hubungan dengan Kristus, kepalanya.[155]
Hubungan Maria dengan Gereja tidak dapat dipisahkan. Maria adalah pribadi yang unggul, karena ia bertindak sebagai ibu, guru dan pemandu, yang menopang kaum beriman dengan doanya yang penuh kuasa.[156] Keunggulan tersebut, terletak dalam partisipasinya dalam sejarah keselamatan sebagaimana dipaparkan dalam Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja, Lumen Gentium artikel 60-65 tentang hubungan Maria dengan Gereja terletak dalam partisipasinya dalam sejarah keselamatan. Ini nampak jelas dalam Lumen Gentium artikel 62:
Sebab sesudah diangkat ke surga, ia tidak meninggalkan peran yang membawa keselamatan itu, melainkan dengan aneka perantaraannya ia terus-menerus memperolehkan bagi kita kurnia-kurnia yang menghantar kepada keselamatan kekal. Dengan cinta keibuannya ia memperhatikan saudara-saudara Puteranya, yang masih dalam peziarahan dan menghadapi bahaya-bahaya serta kesukaran-kesukaran, sampai mereka mencapai tanah air yang penuh kebahagiaan. Oleh karena itu dalam Gereja Santa Perawan Maria di sapa dengan gelar Pembela, Pembantu, Penolong, Perantara.[157]
Dengan demikian jika Doa Rosario didaraskan dengan sungguh-sungguh, maka akan menampakkan perjalanan rohani, di mana Maria bertindak sebagai ibu, guru dan pemandu yang menopang kaum beriman dengan doanya yang penuh kuasa. Maka tidak mengherankan bahwa sesudah mendaras Rosario dan mengalami begitu mesranya kebundaan Maria, jiwa merasa perlu untuk melambungkan pujian kepada Maria. Pujian tersebut dapat diungkapkan melalui Salve regina maupun Litani Santa Perawan Maria.[158]
3.4 Dimensi Eskatologis Doa Rosario
Gereja yang merenungkan misteri Kristus melalui Doa Rosario, tidak hanya berhenti pada masa atau zaman tertentu saja. Permenungan tersebut berlangsung terus-menerus dan terarah kepada kepenuhan masa yang akan datang atau eskatologis.[159] Di sanalah tujuan akhir segala perjuangan hidup manusia.
Doa Salam Maria tersusun atas dua bagian yakni, pertama Salam yang diucapkan oleh Malaikat Gabriel kepada Maria (Luk 1:28), kalimat yang diucapkan oleh Elisabet ketika Maria mengunjunginya (Luk 1:42).[160] Bagian kedua adalah bagian yang ditambahkan oleh Gereja, yakni Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami [...] sekarang [...].[161] Penambahan yang dilakukan oleh Gereja tersebut, mengungkapkan suatu doa yang berpaling kepada Maria, sambil menyatakan harapan agar Bunda mendoakan kita akan saat sekarang yang berhubungan erat dengan saat ajal kita. Dimensi keabadian tercantum di dalam saat sekarang dan dilihat dalam terang kematian.[162]
Di samping itu bila kita berdoa, “Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami [...] sekarang [...]”, kita akan mengalami kehadirannya sebagai ibu yang penuh kasih. Ia akan menjadi saluran rahmat yang akan membuat kita menjadi anggota Gereja yang sejati, Tubuh Kristus. Kita akan hidup dalam kehadirannya yang terus-menerus, sambil percaya, bahwa dia yang mahakuasa di hadapan Puteranya itu akan mendoakan kita.[163] Tujuannya bukan hanya supaya kita menerima anugerah ilahi ini atau itu, melainkan lebih penting supaya kita menjadi seperti dia, yang hidup dalam suatu kesatuan dengan Yesus Kristus.[164]
Santa Perawan Maria telah memperoleh kemuliaan dalam surga dengan seluruh eksistensinya. Dengan peristiwa ini, Gereja melihat Maria sebagai typus[165] dan awal penyempurnaan Gereja di masa depan. Sambil memandang Maria, untuk hidup dalam peziarahan dengan harapan akan keselamatan kekal.[166] Boleh dikatakan bahwa pengalaman Maria saat mencapai kemuliaan yakni terangkatnya ia ke surga, merupakan simbol real nasib yang akan dialami orang beriman, yang telah memilih Allah sebagai satu-satunya harapan. Berdasarkan iman yang penuh harapan akan keselamatan paripurna (penuh,) dan kepercayaan bahwa Maria telah dimuliakan di surga, Gereja tidak ragu-ragu menampilkan Maria sebagai gambaran yang mulia. Maria menjadi model Gereja yang sedang berziarah menuju rumah Bapa.[167]
4. Struktur Doa Rosario
Setelah kita melihat dimensi Doa Rosario, sekarang kita beranjak untuk melihat strukturnya. Struktur Doa Rosario tersebut disusun dengan maksud memadukan ringkasan misteri-misteri kehidupan, kesengsaraan, kematian dan kemuliaan Yesus dan Maria.[168] Surat apostolik ini membuat struktur Doa Rosario sebagai berikut: pertama Bapa Kami, kedua Salam Maria dan ketiga Kemuliaan.
4.1 Bapa Kami
Doa Bapa Kami merupakan doa yang diajarkan oleh Yesus kepada para murid-Nya. Doa ini diajarkan bukan karena para murid belum pernah atau tidak dapat berdoa, melainkan untuk memberi ciri khas kepada kelompok mereka.[169] Dalam setiap peristiwa, Yesus selalu menuntun kita kepada Bapa karena ketika berada di “pangkuan” Bapa (bdk Yoh 1:18) Ia terus-menerus berpaling kepada-Nya. Yesus ingin kita ikut merasakan kemesraan-Nya dengan Bapa, sehingga kita dapat berkata bersama Dia “Abba, Bapa” (Rm 8:15; Gal 4:6).[170] Dengan sapaan tersebut, Yesus menunjukkan bahwa Ia memiliki relasi istimewa dengan Bapa. Ia berkata “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:10), “Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (Yoh 10:38), “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14:9).[171]
Berkat hubungan-Nya dengan Bapa, Ia membuat kita menjadi saudara-saudari-Nya sendiri dan saudara-saudari satu sama lain, sambil menyampaikan kepada kita Roh yang adalah milik-Nya dan milik Bapa.[172] Relasi khas tersebut tidak hanya terjadi dalam kesatuan personal, tetapi juga dalam kesatuan karya. Ini nampak dalam Sabda Yesus :
Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak” (Yoh 5:19).[173]
Yesus mengajar kita untuk menyebut Allah sebagai Bapa bagi kita sekalian. Hubungan Allah dengan manusia diperbaharui seperti hubungan antara anak dan bapa.[174] Hal senada juga diungkapkan oleh Thomas a Kempis; seperti dikutip oleh Willem Daia:
Kita selaku para murid Yesus meminta kepada Tuhan semua kebutuhan kita, dengannya kita memuliakan Dia, mengangkat hati kita dari bumi ini ke surga dan menyatukan diri kita dengan Allah. Dengan demikian, kita dituntun dalam relasi: Allah menjadi Bapa kita, dan kita semua diangkat menjadi anak-anak-Nya.[175]
Kita memuliakan nama-Nya dan mengharapkan datangnya Kerajaan Allah, baik di atas bumi maupun di dalam surga. Kita mohon untuk diberi rejeki guna meneruskan kehidupan kita. Kita diajar untuk memohon ampun kepada Tuhan atas kesalahan kita, seperti kita juga memberikan pengampunan bagi yang bersalah kepada kita. Pengampunan dari Tuhan mensyaratkan kita untuk terlebih dahulu mengampuni kesalahan orang lain. Kita mohon agar jangan dimasukkan dalam cobaan, tetapi dibebaskan dari yang jahat.[176]
Dengan cara demikian Yesus mengajak para murid-Nya untuk ikut serta membangun relasi khas dengan Bapa sama seperti diri-Nya. Artinya Yesus mengikutsertakan mereka dalam kedudukan-Nya sebagai Anak Allah serta memberi kuasa untuk berbicara dengan Allah secara akrab dan penuh kepercayaan. Mereka berhak mendekati Allah dengan sikap serupa seorang anak mendekati bapanya.[177]
Doa Bapa Kami menjadi semacam tumpuan permenungan kristologis dan marian yang berkembang pada saat pendarasan Salam Maria secara berulang-ulang. Dengan demikian doa Bapa Kami membuat renungan atas peristiwa Rosario menjadi pengalaman jemaat. Demikian juga jika permenungan tersebut dilaksanakan dalam kesunyian.[178] Dalam artian bahwa situasi kesunyian turut mendukung permenungan kita asalkan kita sungguh-sungguh memberikan hati untuk itu.
4.2 Salam Maria
Doa Salam Maria adalah unsur yang paling substansial dalam Doa Rosario, sekaligus unsur yang membuat doa ini secara istimewa berciri khas Maria. Jika Doa Salam Maria dipahami secara tepat, kita akan melihat dengan jelas bahwa ciri marian ini tidak bertentangan dengan ciri kristologisnya; tetapi sebaliknya menekankan dan mengangkatnya.[179] Doa ini begitu mudah kita temukan dalam Kitab Suci seperti halnya dengan doa Bapa Kami.[180] Doa ini terdiri atas dua bagian yaitu: pertama Salam kepada Maria oleh Malaikat Gabriel dan pujian kepada Maria dan Yesus oleh Elisabet, kedua seruan dan doa kepada Maria.[181]
Pujian Elisabet kepada Maria didasari oleh beberapa hal pokok. Pertama, karena Maria telah dipilih secara istimewa oleh Allah untuk menjadi “Ibu Tuhan” (bdk Luk 1:43), yaitu Anak Allah Yang Mahatinggi” (bdk Luk 1:32.35). Kedua, karena Maria telah menanggapi pilihan istimewa dengan ketaatan dalam iman (bdk Luk 1:38). Menurut Elisabet, Maria patut berbahagia sebab ia telah percaya pada perkataan Malaikat Gabriel, yang menyampaikan firman Allah kepadanya (bdk Luk 1:45).[182]
Bagian pertama doa Salam Maria yang dikutip dari kata-kata Malaikat Gabriel dan Elisabet kepada Maria adalah suatu renungan yang khusuk atas misteri inkarnasi yang digenapi oleh Perawan dari Nazaret. Kata-kata tersebut mengungkapkan kekaguman Allah kepada Maria. Hal ini bisa kita ingat dalam Kitab Kejadian bagaimana Allah “melihat segala yang dijadikan-Nya” (Kej 1:31). Di sini dapat dirasakan gema dari perasaan Allah pada awal penciptaan, pada saat Ia memandangi karya tangan-Nya.[183] Pengulangan doa Salam Maria memberikan kesempatan kepada kita untuk ambil bagian dalam kekaguman dan kepuasan Allah sendiri: dengan rasa takjub yang diwarnai sukacita kita mengagumi mujizat paling besar dalam sejarah.[184]
Titik pusat doa Salam Maria adalah nama Yesus. Nama Yesus ibarat sendi yang menghubungkan kedua bagian Salam Maria. Dengan memusatkan perhatian pada nama Yesus dan misteri-Nya, maka pendarasan Doa Rosario akan sangat berarti dan bermakna:
Nama Yesus adalah satu-satunya nama yang diberikan kepada manusia, yang olehnya kita dapat diselamatkan (bdk Kis 4:12). Kalau kita mengulang-ulang nama Yesus dalam kaitan erat dengan Bunda-Nya yang kudus, yang kita lakukan seturut sarannya, kita melangkah dalam proses renungan yang dimaksud untuk membantu kita semakin menghayati kehidupan Kristus.[185]
Cara ini mengungkapkan dengan sangat jelas iman kita akan Kristus, yang dipusatkan pada aneka peristiwa dalam kehidupan Penebus. Sekaligus ini adalah pengakuan iman dan sarana bantu untuk memusatkan renungan kita, karena cara ini mempermudah proses penyerapan misteri Kristus yang menyatu dalam pengulangan Salam Maria.[186]
Bagian kedua dari Doa Salam Maria ditambahkan oleh Gereja pada abad pertengahan berkenaan dengan doktrin tentang Maria sebagai Bunda Allah (Theotokos), seperti dirumuskan dalam Konsili Efesus pada tahun 431. Gelar tersebut diberikan kepada Maria untuk merespons Nestorius yang melarang penggunaan gelar Bunda Allah bagi Maria saat itu.[187] Maria adalah seorang ibu yang istimewa. Ia menjadi Ibu Yesus, tetapi juga menjadi ibu para murid Yesus. Kebundaan Maria tidak berhenti setelah Yesus wafat, tetapi tetap berlangsung sampai akhir zaman.[188]
4.3 Kemuliaan
Kontemplasi kristiani mempunyai tujuan yang pasti yakni demi kemuliaan Tritunggal Yang Maha Kudus, karena Kristus adalah jalan yang mengantar manusia kepada Bapa dalam Roh Kudus. Jika kita menempuh jalan ini sampai akhir, kita akan selalu berjumpa dengan ketiga pribadi ilahi yang selayaknya mendapat segala pujian, bakti dan syukur. Maka kemuliaan yang adalah puncak dari kontemplasi sangat penting ditonjolkan secara serasi dalam Doa Rosario. Inilah cara yang paling tepat dalam memberikan penekanan yang serasi pada struktur trinitaris yang ada dalam semua doa kristiani.[189]
Kemuliaan yang secara liturgis berbentuk doksologi merupakan suatu bentuk pujian kepada Allah Tritunggal. Dalam surat-surat Paulus banyak kita temukan bentuk-bentuk pujian. Ada dua teks yang mau ditunjukkan, antara lain: pertama “Bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat, oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya” (Rom 16:27). Kedua “Bagi Dia, yang dapat melakukan lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita, bagi Dia-lah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Yesus Kristus turun-temurun sampai selama-lamanya” (Ef 3:20-21).[190]
Suatu hal yang harus diperhatikan dalam merenungkan peristiwa-peristiwa Rosario adalah memberikan perhatian yang khusuk. Permenungan tersebut harus dilakukan pada setiap doa Salam Maria, hal ini juga harus dijiwai oleh kasih terhadap Kristus dan Maria. Melalui permenungan ini, pemuliaan Tritunggal pada akhir setiap doa Salam Maria akan mengungkapkan nada kontemplatif yang serasi. Berangkat dari pemuliaan ini, hati kita seakan-akan diangkat ke puncak surga dan memampukan kita dalam tahap tertentu mempunyai pengalaman di Gunung Tabor, mencicipi kontemplasi yang akan datang: “Betapa berbahagianya kami berada di tempat ini” (Luk 9:33).[191]
Di hadapan Allah, Maria berfungsi sebagai “wakil” seluruh umat Allah yakni bertindak demi kepentingan manusia yang berkenaan dengan keselamatan. Perawan Suci berperan mendoakan kepentingan Gereja. Dengan mendoakan Gereja, dia yang sudah bersatu dengan Kristus melayani Allah Tritunggal dalam Gereja Kristus. Dan Gereja sendiri di dalam Perawan Suci memperoleh tanda harapan yang pasti serta hiburan di tengah ziarahnya di dunia ini.[192]
5. Fungsi Doa Rosario
Doa Rosario adalah doa multifungsi. Doa yang kelihatannya sederhana ini justru memiliki banyak makna dan manfaat. Mungkin karena kesederhanannya ia dapat membuka berbagai kemungkinan yang tak dapat dijangkau oleh doa-doa yang lainnya.[193] Surat apostolik ini mengetengahkan beberapa fungsi dari Doa Rosario itu sendiri. Fungsi-fungsi tersebut antara lain: pertama pemakluman dan pengenalan misteri Kristus, kedua merenungkan misteri Kristus, ketiga penopang liturgi, keempat sarana kontemplasi, kelima sebagai doa permohonan.
5.1 Pemakluman dan Pengenalan Misteri Kristus
Berdoa Rosario berarti kita mengenal sekaligus memaklumkan misteri Kristus. Dikatakan demikian karena ketika kita berdoa Rosario misteri Kristus dipaparkan.[194] Rosario mengingatkan kita akan peristiwa-peristiwa keselamatan utama yang tersusun secara harmonis dan terlaksana dalam Kristus Yesus yang dikandung oleh Maria dan dalam segenap misteri mulai dari masa kanak-kanak-Nya dan berpuncak pada peristiwa Paskah.[195]
Jika kita tinjau dari sudut pandang ilahi maka Roh Kudus-lah yang menuntun kita untuk mengetahui kebenaran tentang Kristus.[196] Namun bila kita bandingkan dengan pribadi Bunda Maria maka dari antara semua makhluk di dunia tak seorang pun menganal Kristus lebih baik dari pada Maria; tak seorang pun dapat mengantar kita sungguh-sungguh mengenal misteri Kristus lebih baik daripadanya. Dengan merenungkan masing-masing peristiwa, Maria mengajak kita untuk melakukan seperti apa yang ia lakukan ketika menerima kabar malaikat, yakni mengajukan pertanyaan dengan rendah hati untuk memahami, dan sesudah memahami menerimanya dengan ketaatan iman: “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38).[197]
Dengan cara demikian, Santa Perawan Maria Ratu Rosario melanjutkan karyanya dengan memaklumkan Kristus. Sebab merenungkan peristiwa-peristiwa Rosario bersama Maria berarti belajar dari dia untuk mengenal Kristus, menemukan rahasia-rahasia-Nya dan memahami amanat-Nya.[198] Inilah tugas kita selaku orang-orang yang telah dipermandikan dalam meneruskan Kerajaan Allah di dunia.
5.2 Merenungkan Misteri Kristus
Merenungkan misteri Kristus melalui Doa Rosario, terkadang mendatangkan kejenuhan. Hal tersebut muncul karena pengulangan Salam Maria, bukan dilihat sebagai suatu bentuk luapan kasih yang tanpa kenal lelah kepada yang dikasihi, tetapi hanyalah pengulangan kata-kata belaka. Jika Doa Rosario didaras dengan penghayatan, maka kata-kata tersebut tetap serupa tetapi isinya selalu baru karena perasaan-perasaan yang menyelimutinya.[199] Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Santo Louis de Montfort[200]:
Adalah jauh lebih bermanfaat mendoakan satu puluhan Salam Maria dengan tenang dan tulus daripada mendoakan ribuan Salam Maria tanpa henti dan tanpa perhatian. Jika waktu doa terbatas, kita dapat mendoakan satu puluhan saja, asalkan didoakan dengan penuh kesadaran dan keyakinan, dan itu tentunya lebih berguna daripada menghabiskan satu putaran Rosario dengan utuh tetapi kita lakukan secara mekanis dan tanpa perhatian yang berarti.[201]
Kehangatan keibuan Maria adalah jalan yang paling mudah dan paling mulus untuk kembali kepada spiritualitas yang kita cari. Dalam budaya mentereng (baik, bagus yang mendatangkan kekaguman) tetapi tidak berharga ini, Maria adalah “mata air” yang menyegarkan. Di hamparan daratan yang tandus yang berusaha menutup pengalaman akan surga, Maria adalah Gerbang Surga[202] yang membuka jalan untuk sampai kepada Allah.[203]
Dalam Kristus semua ciptaan dirangkul oleh Allah. Dalam merangkul seluruh ciptaan Allah tidak hanya memiliki hati ilahi tetapi juga memiliki hati insani yang dapat merasakan afeksi.[204] Hati insani tersebut dapat kita lihat dalam dialog yang mengharukan antara Yesus dan Simon Petrus: “Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku ? (Yoh 21:15-17). Berangkat dari dialog ini, kita dapat membandingkan dengan berdoa Rosario. Doa Rosario dapat dipahami sebaik mungkin apabila dinamika psikologis dapat dihayati dan akan tampak dalam orang yang saling mengasihi.[205]
Sasaran kegiatan ini adalah Yesus sendiri. Pengulangan Salam Maria bertujuan menjadi serupa dengan Kristus, yang merupakan sebuah program dalam kehidupan kristiani. Santo Paulus berkata: “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp 1:21); dan lagi, “bukan aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam diriku” (Gal 2:20). Doa Rosario membantu kita untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus sampai kita sungguh-sungguh menjadi kudus.[206]
5.3 Penopang Liturgi
Dalam dokumen kepausan, Paus Paulus VI melalui ensiklik Marialis Cultus nomor 48 mengatakan bahwa antara Rosario dan liturgi[207] ada kaitan yang sangat erat. Keterkaitan antara keduanya itu ialah, bahwa Rosario adalah persiapan bagi liturgi. Rosario adalah persiapan bagi orang beriman dalam merayakan tindakan liturgi. Oleh karena itu menjadi salah apabila Doa Rosario tersebut dilaksanakan dalam liturgi. Memang Rosario pada dasarnya adalah doa Gereja. Melalui Rosario, seluruh misteri Kristus direnungkan dalam tindakan liturgi.[208] Rosario membuat umat mampu berpartisipasi penuh secara lahir dan batin dalam liturgi, dan darinya memetik buah untuk kehidupan sehari-hari.[209]
Rosario dengan kekhasannya adalah bagian dari beragam panorama doa tanpa henti. Kalau liturgi sebagai kegiatan Kristus dan Gereja adalah karya keselamatan yang paling unggul, maka Rosario pun adalah sebagai renungan bersama Maria mengenai Kristus. Dengan merenungkan misteri kehidupan Penebus, kita mendapat jaminan bahwa apa yang telah Ia lakukan dan apa yang telah dihadirkan oleh liturgi sungguh terserap dalam diri kita dan membentuk diri kita menjadi serupa dengan Kristus.[210]
Penghadiran kembali yang terjadi dalam liturgi, itu adalah apa yang dilaksanakan oleh Allah pada abad-abad silam. Karya yang dilakukan oleh Allah tersebut tidak hanya berdampak pada saksi langsung dari peristiwa-peristiwa itu, tetapi berlangsug terus dan berdampak pada orang-orang di setiap zaman berkat karunia rahmat. Hal tersebut dapat dialami dan dihayati hanya melalui pendekatan iman dan kasih. Kini, puncak karya Allah tersebut terwujud dalam diri Yesus Kristus yakni melalui misteri hidup, wafat dan kebangkitan-Nya.[211]
5.4 Sarana Kontemplasi
Doa Rorario adalah salah satu tradisi kontemplasi kristiani yang terbaik dan paling berharga.[212] Dalam kontemplasi ini akal budi dan imajinasi kurang aktif sebab yang terpenting adalah keterbukaan hati kita. Orang yang berdoa, memandang Allah dan rahasia-rahasia ilahi dalam kasih. Kontemplasi dapat diperoleh melalui latihan-latihan dan melalui pemberian khusus dari Allah. Kalau kontemplasi dialami melalui latihan-latihan yang tekun disebut kontemplasi “yang diperoleh”, sedangkan kontemplasi yang dialami sebagai pemberian khusus dari Allah disebut kontemplasi “yang dianugerahkan”.[213] Dengan berkontemplasi kita membuka hati bagi cinta dan kemurahan-Nya.[214]
Maria menjadi Perawan dan Bunda Allah, bukan hanya secara jasmani melainkan juga secara rohani selama seluruh hidupnya; sebelum dan sesudah Sabda Allah menjelma; di bawah salib dan di tengah para murid yang menerima pencurahan Roh Kudus di hari Pentakosta, ialah karena dia adalah seorang kontemplatif.[215] Maria adalah orang Kristen yang sempurna sepenuhnya karena ia secara tetap menatap Sabda Allah. Allah telah menciptakan kita semua “menurut gambar dan rupa-Nya” (Kej 1:26) dan memanggil kita untuk bersatu dengan Dia melalui kontemplasi akan sabda-Nya. Tujuan kehidupan kita adalah menatap Allah dan mengkontemplasikan-Nya.[216]
Doa Rosario adalah salah satu tradisi kontemplasi kristiani yang terbaik dan paling berharga. Rosario juga merupakan sarana yang paling efektif untuk mengembangkan di kalangan kaum beriman komitmen untuk berkontemplasi pada misteri Kristus. Dikatakan demikian karena Doa Rosario merupakan latihan kekudusan yang sejati:
Kita memerlukan kehidupan kristiani yang menonjol dalam seni berdoa. Dalam dunia dewasa ini, di mana-mana terjadi banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi dalam berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk juga dalam bidang spiritual, yakni munculnya gerakan-gerakan baru yang diakibatkan oleh pengaruh agama-agama lain. Berhadapan dengan situasi yang demikian, kelompok kristiani hendaknya menjadi “sekolah doa sejati”.[217]
5.5 Doa Permohonan
Yesus pernah bersabda: “Mintalah maka akan diberikan kepadamu. Carilah maka kamu akan mendapat. Ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu” (Luk 11:9). Doa Rosario adalah doa permohonan. Dengan berdoa Rosario kita memohon bantuan Allah, baik untuk diri kita sendiri maupun juga untuk orang lain. Hidup dalam dunia, selalu dipenuhi dengan berbagai masalah. Manusia tidak mampu menghadapi masalah-masalah tersebut hanya dengan kemampuannya sendiri.[218] Dengan berdoa Rosario kita memohon agar Bunda Maria menjadi pengantara untuk menyampaikan permohonan kita kepada Tuhan. Kita berbicara kepada Bunda Maria seperti seorang anak kepada ibunya.[219] Sebab dengan memohon, kita mengakui ketergantungan kita kepada Tuhan dan mengungkapkan kepercayaan kita akan kebaikan-Nya.[220]
Melalui Doa Rosario juga kita mempercayakan orang lain kepada Allah. Mereka kita serahkan kepada kemurahan dan kerahiman-Nya.[221] Hal tersebut dilakukan atas dasar situasi yang kita alami di dunia. Di sini kita ingat penderitaan yang membanjiri dunia dewasa ini. Surat apostolik ini memberikan sebuah seruan kepada kita untuk mendoakan mereka. Demikian juga dunia secara keseluruhan demi terciptanya suatu dunia baru:
Tanpa mengabaikan masalah-masalah yang melanda dunia, Doa Rosario mewajibkan kita menghadapi masalah-masalah itu dengan sikap murah hati dan penuh tanggungjawab. Di samping itu, Doa Rosario memperoleh bagi kita kekuatan untuk menghadapi masalah-masalah itu dengan keyakinan akan pertolongan Allah dan dengan niat kokoh untuk memberikan kesaksian di setiap situasi tentang “kasih yang mengikat segala sesuatu dalam keserasian yang sempurna” (Kol 3:14).[222]
Maria adalah seorang pengantara yang baik, ia mengetahui secara pasti kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak-anaknya. Pada pesta perkawinan di Kana, ia mengetahui bahwa tuan rumah menghadapi kesulitan yang serius karena persediaan anggur terbatas. Sikap keibuan mendorongnya menyampaikan permohonan kepada Puteranya untuk melakukan sesuatu demi mengatasi kesulitan yang sedang terjadi. Doa Rosario sebagai doa permohonan telah banyak membantu kehidupan umat Katolik. Umat Katolik mempunyai seorang ibu yang bijaksana yang menjadi pengantara kepada Tuhan.[223]
Di sini kita dapat melihat betapa dahsyatnya kuasa doa-doa Bunda Maria. Walaupun saatnya belum tiba bagi Kristus untuk melakukan mukjizat pertama-Nya, pada akhirnya Yesus mengubah kerangka waktu ilahi dan melakukannya juga karena kasih-Nya yang tulus kepada Bunda-Nya, Maria. Paus Yohanes Paulus II lalu menyimpulkan bahwa di dalam peristiwa itu ada suatu kepengantaraan, Maria menempatkan diri di antara Puteranya dan umat manusia dalam situasi kekurangan, kebutuhan dan derita mereka. Maria sadar bahwa sebagai ibu, dia dapat menyampaikan kepada Sang Putera kebutuhan manusia dan bahkan dia ‘berhak’ untuk berbuat demikian.[224]
Oleh karena itu, kita dapat memandang Maria sebagai Mediatrix (pengantara) dalam tiga pengertian: Pertama, sebagai Bunda Penebus, Maria adalah pengantara. Sebab melalui dia Putera Allah masuk ke dalam dunia ini untuk menyelamatkan kita dari dosa. Kedua, dengan kesaksian imannya sendiri dan dengan menghadirkan Kristus kepada orang lain, Maria membantu mendamaikan para pendosa dengan Puteranya. Karena walaupun tak berdosa, ia dapat memahami sengsara yang diakibatkan oleh dosa. Ia bahkan terus-menerus memanggil para pendosa kepada Puteranya. Melalui teladannya ia mendorong kita kepada iman, harap dan kasih yang Tuhan kehendaki kita miliki. Ketiga, karena ia diangkat ke surga dan karena perannya sebagai Bunda bagi kita semua, Bunda Maria berdoa bagi kita dan bertindak sebagai perantara seperti yang dilakukannya di Kana, yakni memohon kepada Yesus untuk melimpahkan rahmat-Nya.[225]
6. Rangkuman
Persoalan-persoalan yang terjadi di dunia dalam berbagai bentuk, telah mengganggu eksistensi dan kelangsungan hidup manusia. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut tidaklah mudah. Berkaitan dengan masalah-masalah di atas, Gereja tidak menutup mata, tetapi berusaha dengan caranya tersendiri untuk mengatasinya. Cara-cara yang ditempuh untuk mengatasi masalah-masalah di atas dilandasi oleh nilai-nilai Injil.
Rosario ternyata merupakan sebuah alat yang ampuh, yang dapat dipergunakan untuk mengatasi situasi di atas. Melalui surat apostolik ini, Paus Yohanes Paulus II memberikan pemahaman kepada orang Katolik perihal pentingnya berdoa Rosario. Dikatakan bahwa, kekacauan yang terjadi di dunia ini dapat diatasi dengan berdoa. Salah satu bentuk doa itu adalah Doa Rosario. Sebab dengan berdoa Rosario seluruh perjalanan hidup Yesus dan Maria direnungkan. Dan bahwa Yesus adalah “damai” itu sendiri, maka ketika kita memohon kedamaian hal tersebut dapat terwujud.
Sumbangan pikiran dalam bentuk anjuran di atas, hanya tinggal kata-kata kosong jika tidak diwujudkan dalam hidup konkret. Demikian juga dengan kesungguhan kita dalam berdoa, karena ketika kita tidak memiliki kesungguhan maka Doa Rosario akan tidak memiliki makna apa-apa. Semuanya akan berlalu begitu saja tanpa mendatangkan manfaat bagi yang mendoakannya.
BAB IV
PENUTUP
1. Pengantar
Dalam bab-bab sebelumnya penulis telah membahas dan memperlihatkan gagasan surat apostolik Rosarium Virginis Mariae tentang upaya membangun perdamaian. Dalam bab terakhir ini, penulis mau menyajikan 2 hal pokok yaitu: pertama rangkuman atas seluruh skripsi dan kedua refleksi atas gagasan surat apostolik ini.
2. Rangkuman Umum
Devosi, sebagai suatu bentuk ungkapan kesalehan kaum beriman Katolik, cukup mendapat tempat dalam perjalanan kehidupan menggereja. Sebagai bentuk partisipasinya, Gereja turut memberikan perhatian kepada kaum beriman kristiani dalam mengungkapkan kesalehannya tersebut. Perhatian itu ditunjukkan melalui dukungan, pengawasan serta pengarahan jika umat kristiani keluar dari jalur-jalur yang wajar.[226]
Rosario, sebagai suatu bentuk devosi kepada Bunda Maria, juga mendapat tempat dalam kehidupan menggereja. Doa Rosario cukup hidup dalam kalangan kaum beriman. Mereka memberikan perhatian yang cukup istimewa dengan cara menggalakkannya, karena walaupun sebagai doa yang sederhana, tetapi cukup banyak mendatangkan manfaat bagi kehidupan umat beriman itu sendiri. Hal ini jelas kita alami dalam sejarah perjalanan kehidupan menggereja. Banyak persoalan dapat teratasi hanya dengan berdoa Rosario. Inilah yang menjadi titik tolak mengapa umat beriman memberikan tempat yang cukup istimewa bagi Rosario dalam kehidupan keberimanannya.[227]
Dunia, dengan berbagai problematika yang terjadi di dalamnya, dapat teratasi melalui doa yang sederhana ini. Berhadapan dengan situasi dunia ini, umat beriman tidak dituntut untuk terlibat dalam aksi besar-besaran seperti demonstrasi dan aksi-aksi lainnya, tetapi umat beriman diharapkan mengatasinya dengan cara berdoa. Salah satu bentuk doa itu adalah devosi kepada Bunda Maria yakni Doa Rosario.[228] Inilah ajuran apostolik sekaligus sumbangan ide Paus Yohanes Paulus II kepada umat beriman kristiani melalui surat apostolik Rosarium Virginis Mariae, ketika memasuki milenium baru. Di mana dunia saat itu, dan bahkan hingga saat ini diwarnai dengan berbagai gejolak dan pertikaian yang tidak jarang mengakibatkan pertumpahan darah.
Anjuran apostolik ini mau mengungkapkan kepada kita, bahwa Gereja punya keprihatinan dan kepedulian terhadap dunia. Gereja tidak tinggal diam di hadapan situasi dunia yang demikian. Gereja ingin terlibat dalam mewujudkan dunia baru yang diwarnai oleh cinta kasih, damai dan keadilan. Usaha Gereja tersebut ditunjukkan dengan menganjurkan kepada seluruh umat beriman untuk berdoa. Karena Gereja yakin dan percaya bahwa Kristus yang adalah “damai itu sendiri” akan mendengarkan permohonan-permohonan umat-Nya.[229]
Rosarium Virginis Mariae sebagai sebuah anjuran apostolik, hadir memberikan sumbangan ide ini kepada orang beriman Katolik untuk melakukan apa yang perlu dilakukan. Ia berangkat dari masalah-masalah konkret yang sedang terjadi di dunia. Berhadapan situasi yang demikian, orang Katolik hendaknya berdoa Rosario. Dianjurkan demikian, karena ketika kita berdoa Rosario, kita berkontemplasi kepada Kristus. Dia adalah damai kita. Dengan demikian kedamaian yang kita harapkan, bisa tercapai.[230]
Di samping itu, dengan berdoa Rosario, orang Kristen secara tidak langsung merenungkan seluruh perjalanan hidup Yesus dan Maria, karena Rosario itu sendiri adalah ringkasan Injil Tuhan kita Yesus Kristus.[231] Maka ketika kita mendaraskan Rosario dengan kesungguhan, kita telah masuk bersama Maria untuk mengalami kehadiran Yesus. Di sana kita dapat merasakan suka-duka serta gejolak hati-Nya yang terdalam, dalam melaksanakan karya penyelamatan yang dipercayakan Bapa kepada-Nya.[232]
Satu hal yang perlu diingat bahwa walaupun Doa Rosario dengan unsur khasnya adalah Maria, ini bukan berarti Maria menjadi tujuan atau sasaran doa kita. Di sini Kristus haruslah yang menjadi sasaran doa kita. Dia-lah yang menjadi pusat dan puncak kegiatan tersebut.[233] Hal tersebut tampak dalam Doa Salam Maria. Di sana nama Yesus menjadi perhatian utama kita. Dalam nama Yesus seluruh ciptaan dirangkul. Dia-lah awal dan akhir, alpha dan omega. Dia-lah tujuan seluruh doa kita, karena melalui Dia, kita diselamatkan.[234]
Sumbangan pemikiran tersebut akan tinggal kata-kata kosong dan tak bermakna jika tidak dibarengi dengan keseriusan atau kesungguhan kita dalam berdoa. Melalui surat apostolik ini, Paus Yohanes Paulus II juga sangat menekankan keseriusan dan kesungguhan umat dalam berdoa. Sebab, ketika Salam Maria terus-menerus diulangi tapi tidak diikuti dengan penghayatan, maka doa itu hampa dan tak berarti. Doa itu akan berlalu begitu saja tanpa memberi makna apa-apa bagi yang mendoakannya.[235]
3. Refleksi
Saya memulai bagian ini dengan mengedepankan sebuah kisah yang pernah saya alami, ketika masih sebagai seorang biarawan Ordo Konventual. Pada pertengahan Juli tahun 2004, saya ditugaskan untuk mengunjungi sebuah stasi yang bernama Bangun Jati. Stasi ini berada di bawah naungan Paroki Delitua-Keuskupan Agung Medan. Di stasi tersebut, saya tinggal bersama umat selama dua minggu. Kegiatan yang saya lakukan adalah: pada siang hari saya bersama keluarga di rumah yang saya tempati, pergi ke ladang untuk bekerja bersama. Sedangkan pada malam hari, saya bersama umat mengadakan doa bersama, yang oleh orang Simalungun, perkumpulan untuk doa bersama ini dinamakan partonggoan; karena sebagian besar umat yang mendiami stasi ini adalah suku Batak (Simalungun). Kegiatan ini kami lakukan hampir setiap malam baik bersama ASMIKA-AREKA maupun bersama orang dewasa.
Masyarakat yang mendiami kampung tersebut terdiri atas beberapa agama. Salah satu di antaranya adalah agama Islam. Hal baru yang saya alami adalah ketika mengadakan partonggoan bersama anak-anak. Hal yang saya lakukan adalah sebelum memulai partonggoan, saya berjalan dari rumah ke rumah sambil mengajak anak-anak untuk berkumpul. Keluarga-keluarga Islam ketika melihat apa yang saya lakukan pada saat itu, kemudian menitipkan anak-anak mereka kepada saya untuk ikut dalam kegiatan tersebut. Pada malam-malam berikutnya mereka bukan hanya menitipkan anak-anak pada saya, tapi bahkan mengantar anak-anak mereka ke rumah di mana akan dilangsungkan partonggoan. Di sini, mereka sendiri menyaksikan secara langsung kegiatan yang kami laksanakan itu.
Ketika menyaksikan kejadian ini, kemudian dalam benak saya muncul pertanyaan: apa sebenarnya yang melatarbelakangi mereka sehingga bisa berbuat demikian? Dalam kebingungan, berbagai jawaban muncul silih berganti. Di antaranya adalah: mungkin dengan mengantar anak-anak mereka, kegiatan orang tua di rumah tidak terganggu; atau mungkin karena kelembutan dan keramahtamahan yang saya tunjukkan dalam pergaulan sehari-hari bersama mereka; atau mungkin karena mereka melihat sebuah keunikan yang ada dalam Tubuh Gereja Katolik itu sendiri, yang selalu berkumpul untuk bersama berdoa. Doa yang kami lakukan pada waktu itu adalah Doa Rosario. Dugaan terakhir ini kemudian meyakinkan saya, ketika melihat realitas dan pengakuan dari umat Islam sendiri perihal keunikan yang dimiliki Gereja Katolik.
Berangkat dari pengalaman ini saya kemudian menatap wajah dunia zaman ini. Dunia yang telah diwarnai oleh sekularitas, demikian juga modernitas membuat pola hidup manusia pun berubah. Budaya instan kian merajalela di mana-mana. Bersamaan dengan arus ini, mentalitas manusia pun berubah. Nilai-nilai yang telah dihidupi dan yang telah membudaya, perlahan-lahan ditinggalkan. Manusia ingin akan hal-hal praktis yang bisa dialami dan dirasakan. Religiositas yang merupakan unsur utama dalam hidup perlahan-lahan dinomorduakan bahkan ditinggalkan.
Berhadapan dengan situasi ini orang Katolik pun sering terkontaminasi. Di mana-mana oleh sebagian orang Katolik, kehidupan religius dinomorduakan apalagi berkaitan dengan devosi. Umat Katolik di stasi yang saya kunjungi tadi sangat rajin berkumpul dan berdoa bersama, hal tersebut tidak dipungkiri. Namun satu pertanyaan bisa muncul dalam benak kita: apakah mereka sungguh-sungguh menyadari hal itu dan melihatnya sebagai suatu keunikan yang dimiliki Gereja, dan mempunyai penghayatan dalam berdoa. Ataukah sebaliknya, dan orang lain yang melihatnya.
Rosarium Virginis Mariae sebagai sebuah anjuran apostolik hadir dalam situasi ini untuk menyadarkan orang Katolik perihal pentingnya berdoa, khususnya berdoa Rosario. Surat apostolik ini mau menyadarkan kita akan keunikan yang kita miliki, bahwa doa yang sederhana ini sangat berguna dalam kehidupan kita. Banyak persoalan dapat teratasi hanya dengan doa sederhana ini. Dunia yang telah diwarnai oleh pertikaian pun dapat teratasi, karena di dalamnya kita merenungkan misteri Kristus, Dia-lah Raja Damai yang datang membawa kedamaian.
Lebih lanjut melalui surat apostolik ini, Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa umat hendaknya dengan penuh keseriusan serta dengan penuh penghayatan mendaraskan doa ini. Sebab dengan mendaraskan doa ini, secara tidak langsung kita merenungkan seluruh perjalanan Tuhan kita Yesus Kristus dalam melaksanakan misi keselamatan di dunia. Melalui doa ini, Maria yang adalah guru kaum beriman mengantar kita kepada Putera-Nya untuk turut merasakan kehadiran Puteranya dalam kehidupan kita.
[1] C. Groenen, Mariologi: Teologi dan Devosi (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 150.
[2] Herman Musakabe, Bunda Maria Pengantara Rahmat: Bunga Rampai Aneka Devosi dalam Ziarah Kehidupan (Bogor: Citra Insan Pembaru, 2005), hlm. 165.
[3] Pertempuran antara Armada Laut Kristen dan Konvoi Turki di Lepanto ini akhirnya dimenangkan oleh pasukan Kristen. Kemenangan ini terjadi karena umat menopangnya dengan Doa Rosario dan dengan intensi khusus yakni agar Gereja menang atas musuh-musuhnya. Begitulah terjadi, Armada Laut Kristen menang secara gemilang atas Turki. Paus Clemens XI (1667-1669) kemudian menentukan Hari Minggu pertama bulan Oktober sebagai Pesta Rosario Santa Perawan Maria untuk memperingati kemenangan di Lepanto tersebut [Lihat Wiliam Daia, Rosario: Sejarah dan Misteri Kuasanya (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2003), hal.13.]
[4] Bidaah Albigensian adalah bidaah yang menolak perkawinan, menyangkal ke-allahan Kristus, tidak mengakui sakramen-sakramen dan kuasa Gereja. Bidaah ini berasal dari Prancis Selatan dan Italia Utara serta berkembang pada abad XII hingga abad XIV, yang dikutuk oleh Konsili Ekumenis Lateran III tahun 1179 dan Lateran IV tahun 1215 [lihat Yon Lesek, Rahasia Gelar-Gelar Maria (Jakarta: Fidei Press, 2005), hlm. 22.]
[5] Wiliam Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 11.
[6] C. Groenen, Mariologi: Teologi …, hlm. 176.
[7] Paus Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae (Rosario Perawan Maria) no. 2 (Seri Dokumen Gerejawi no. 63 ), diterjemahkan oleh Ernest Mariyanto (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan, 2003), hlm. 9.
[8] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 2.
[9] Wiliam Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 33.
[10] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 2.
[11] Bdk. Konsili Vatikan II, “Konstitusi Pastoral tentang Tugas Gereja dalam Dunia Dewasa ini” (GS), No. 19 dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1993), hlm. 13-14.
[12] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 3.
[13] Petrus Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja (Malang: Dioma, 2003), hlm. 129.
[14] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 6.
[15] Surat Apostolik adalah surat yang dalam arti luas mencakup surat resmi yang ditandatangani oleh Paus sendiri dan atas namanya oleh seorang ketua salah satu kongregasi kuria. Termasuk di dalamnya adalah bulla dan ensiklik [Lihat A. Heuken, Ensiklopedi Gereja IV (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1994), hlm. 300.] Sementara Konstitusi apostolik adalah dokumen kepausan untuk mengumumkan hukum atau keputusan penting, baik atas kebijaksanaan sendiri (motu proprio) atau bersama Dewan Kardinal (bulla) [Lihat A. Heuken, Ensiklopedi Gereja III (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1994), hlm. 14-15.]
[16] Bulla adalah dekret kepausan yang paling resmi bentuknya. Nama itu berasal dari segel timah yang digantungkan pada naskah tersebut dengan seutas tali. Sebuah bulla konsistorial yang jarang terbit ditandatangani oleh Paus bersama para kardinal yang hadir, misalnya: konstitusi apostolik Munificentissimus Deus (1-11-1950) dari Paus Pius XII, yang berisi ajaran tentang Bunda Maria [Lihat A. Heuken, Ensiklopedi Gereja I (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1994), hlm. 186.]
[17] Indulgensi (indulgences) adalah pembebasan dari hukuman sementara yang disebabkan oleh dosa, yang sudah disesali dan diampuni. Penghapusan hukuman ini diberikan berkat jasa Kristus yang tanpa batas dan keikutsertaan orang kudus dalam sengsara dan kemuliaan-Nya. Dalam sejarah Gereja zaman dulu, doa orang-orang yang menantikan kematian sebagai martir dapat mengurangi hukuman keras yang dijatuhkan kepada para pendosa yang bertobat. Pada abad ke-16 penyalahgunaan pemberian indulgensi menyulut api reformasi. Hak untuk memberikan indulgensi pada dasarnya dipegang oleh Takhta Suci [Lihat Gerald O’Collins-Edward G. Farrugia, Kamus …, hlm. 115.]
[18] Wiliam Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 31.
[19] Ensiklik (Yunani: encyclical berarti surat edaran) adalah surat uskup yang ditujukan kepada umat dalam lingkup yang luas. Sejak abad ke-18 orang-orang Katolik Barat memakai nama itu untuk surat-surat yang ditulis Paus untuk seluruh Gereja atau sebagian warga. Ensiklik Paus bukanlah pernyataan yang tidak salah melainkan pernyataan yang berwibawa [Lihat Gerald O’Collins-Edward G. Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 69.]
[20] Wiliam Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 31.
[21] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 6.
[22] Inti dogma tersebut berbunyi sebagai berikut: “Sejak saat pertama dikandungnya Perawan Maria yang amat bahagia terlindung atau terpelihara (Praeservatam) bebas dari segala noda kesalahan asal (orginalis culpae) berkat kasih karunia yang seluruhnya istimewa dari pihak Allah yang Mahakuasa berdasarkan jasa Kristus Yesus, Juruselamat umat manusia, yang sebelumnya sudah dilihat (Allah)”. Dogma ini berkata tentang Maria, bahwa sama seperti manusia lain pada dirinya dan menurut tatanan umum terkena apa yang disebut “dosa asal”. Seharusnya Ibu Yesus turut terkena oleh karena ia pun makhluk dan termasuk ke dalam umat manusia, keturunan “Adam” seperti nyatanya ada (terkena dosa asal). Sebagai manusia Maria terkena dosa asal, tetapi berkat Yesus Kristus serta karya-Nya ia menjadi terkecuali [Lihat C. Groenen, Mariolog: Teologi …, hlm. 78-79.]
[23] Wiliam Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 32.
[24] Wiliam Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 32-33.
[25] Wiliam Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 33.
[26] A. Eddy Kristiyanto, Maria dalam …, hlm. 91.
[27] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 2.
[28] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 3.
[29] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 43.
[30] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 43; bdk. Konsili Vatikan II, “Konstitusi Dogmatis tentang Tugas Gereja” (LG), No. 66, dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1993), hlm. 157-158. Penulisan Lumen Gentium selanjutnya disingkat LG.
[31] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 43.
[32] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 43; bdk. LG no. 67.
[33] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 3; bdk. Herman Musakabe, Bunda Maria ..., hlm. 168.
[34] LG no. 66.
[35] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 14; bdk. Eddy Kristiyanto, Maria dalam ..., hlm. 49-50.
[36] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 14.
[37] Bdk. Marie Rene O’Donoghue, Rosario untuk Perdamaian Berdasarkan Kitab Suci (Judul Asli: Rosary for Peace), diterjemahkan oleh Wilhelmus David (Jakarta: Obor, 1995), hlm. 1.
[38] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 40; bdk. Herman Musakabe, Bunda ..., hlm. 172-173.
[39] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 41.
[40] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 41.
[41] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 41.
[42] Wiliam Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 12.
[43] Ordo Kartusian adalah ordo para rahib. Mereka menambahkan macam-macam peristiwa pada setiap puluhan Salam Maria. Usaha ini dirintis oleh Santo Dominikus dari Prusia [Lihat Willem Daia, Rosario …, hlm. 13.]
[44] Wiliam Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 13.
[45] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 8.
[46] Herman Musakabe, Bunda ..., hlm. 166.
[47] Yon Lesek, Rahasi Gelar-Gelar Maria (Jakarta: Fidei Press, 2005), hlm. 25.
[48] Rosario merupakan atribut yang dikenakan pada St. Dominikus. Demikian legenda yang dipropagandakan oleh Alan de Rupe, pada akhir abad XV. Menurut penelitian Meersseman, Rosario dihubungkan dengan ungkapan Greeting Psalters, suatu penggunaan mazmur-mazmur ekstra-liturgis yang menggantikan antifon-antifon resmi dengan ayat-ayat yang dapat dipakai untuk menghormati Perawan Suci. Semua dimulai dengan kata “Salam”. Kemudian mazmur-mazmur diganti dengan Salam Maria. Antifon-antifon ditinggalkan dan Gloria Patri diikutsertakan. 150 Salam Maria dibagai dalam kelompok lima puluhan. Inilah yang disebut Rosarium setelah Maria digelari Rosa Mystica. Dalam Rosarium belum disertakan bahan meditasi atau peristiwa-peristiwa sedih, gembira dan mulia [lihat A. Eddy Kristiyanto, Maria Dalam …, hlm. 92.]
[49] William Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 8; bdk. A. Heuken, Ensiklopedi Gereja IV (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1994), hlm. 121.
[50] Yon Lesek, Rahasi …, hlm. 25.
[51] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 39.
[52] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 6.
[53] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 6; bdk. Yon Lesek, Rahasia …, hlm. 21.
[54] Marie Rene O’Donoghue, Rosario untuk Perdamaian …, hlm. 2.
[55] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 40.
[56] William Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 40.
[57] Bdk. J. Laurenceau-A.Buono, “Rosary”, dalam Alphonse Bossard (ed.), Dictionary of Mary (New York: Catholic Book Publishing CO, 1985), hlm. 300-301; bdk. A. Eddy Kristiyanto, Maria dalam …, hlm. 30; bdk. juga Wilem Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 41.
[58] Petrus Maria Handoko, Santa Perawan Maria …, hlm. 119-137; bdk. J. Laurenceau-A.Buono, “Rosary” …, hlm. 300-301.
[59] Bdk. William Daia, Rosario: Sejarah …, hlm. 42.
[60] Wilfried Stinissen, Maria dalam Kitab Suci dan dalam Hidup Kita (judul asli: Maria in de Bijbel in ons Leven), diterjemahkan oleh Cyprianus Verbeek (Malang: Komisi Spiritualitas dan Pendidikan Ordo Karmel Indonesia, 1985), hlm. 187.
[61] Wilfried Stinissen, Maria dalam Kitab Suci ..., hlm. 186.
[62] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 18.
[63] Wilfried Stinissen, Maria dalam Kitab Suci ..., hlm. 187.
[64] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 19.
[65] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 19.
[66] Inkarnasi berasal dari bahasa Latin yakni in (di dalam) dan caro (daging). Secara etimologis inkarnasi berarti hal menjadi daging. Dalam konteks pembicaraan ini Putera Allah memperoleh kodrat kemanusiaan-Nya dalam rahim Perawan Maria, karena dilahirkan oleh Maria. Selain itu inkarnasi juga menunjuk suatu realitas kesatuan yang dihasilkan, yang tetap dan kekal. Yesus Kristus sendiri menjelaskan isi pengertian itu (bdk. Yoh 10:30). [Lihat A. Eddy Kristiyanto, Maria dalam …, hlm. 17.]
[67] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 19.
[68] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 38.
[69] Salam yang diucapkan Malaikat Gabriel kepada Maria merupakan “pengantar” pemberitahuan tentang kelahiran Kristus. Kata salam (Yunani: Khaire) sering ditafsirkan dengan arti “bersukacitalah”. Bersukacitalah karena keselamatan sudah datang. Salam tersebut berdasar pada kenyataan, bahwa Maria dikaruniai dan memperoleh damai sejahtera di hadapan Tuhan. Maria mempunyai segala rahmat yang tidak mustahil diberikan oleh Allah. Maria mempunyai rahmat dalam ukuran yang paling lengkap dan menyeluruh [Lihat A. Eddy Kristiyanto, Maria dalam …, hlm. 39.]
[70] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium ..., no. 20.
[71] Arti sebenarnya mitos adalah kata, berita atau pesan. Tetapi mitos dapat juga berarti peristiwa, sejarah. Dalam pembicaraan sehari-hari kata itu mempunyai nada peyoratif dan berbau tidak enak. Adakalanya kata itu diperlawankan dengan “sejarah”. Memang mitos pertama-tama merupakan hasil ciptaan manusia dan rekaannya sendiri untuk menerangkan pelbagai gejala alam seperti peristiwa kehidupan ini. Makanya imitos dianggap dongeng, khayalan yang tidak mengandung biji kebenaran barang sedikitpun. Usaha insani sering dihiasi dengan pengikutsertaan dewa-dewi serta peristiwa-peristwa yang sifatnya supranatural atau adikodrati yang terjadi jauh di masa silam. Mitos dicirikan oleh kenyataan bahwa suatu cerita atau peristiwa tertentu sepertinya berasal dari dunia meta empiris dan jauh melampaui daya insani. Oleh karena itu mitos dapat berfungsi sebagai sarana pemersatu sekelompok manusia. Di balik daya upaya manusia melalui mitos ini tersembunyilah kepercayaan akan dewata atau realitas adiduniawi. Dengan ungkapan lain mitos merupakan suatu usaha manusia untuk mengungkapkan atau menerangkan realitas yang dihadapi [Lihat A. Eddy Kristiyanto, Maria dalam …, hlm. 18-19.]
[72] Bdk. Petrus Maria Handoko, Santa …, hlm. 66.
[73] Paus Yohanes Paulus II, Ensiklik Redemptoris Mater (Bunda Sang Penebus) no. 39 (Seri Dokumen Gerejawi no. 1), diterjemahkan oleh Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI (Jakarta, 1987), hlm. 52.
[74] Kata fiat berasal dari bahasa Latin dari akar kata fieri yang berarti terjadilah. [Lihat TH. L. Verhoeven dan Marcus Carvallo, Kamus Latin-Indonesia (Ende: Nusa Indah, 1969), hlm. 442. sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fiat berarti sebuah persetujuan penuh dan resmi dan setelah mendapat wewenang, naskah tersebut segera dicetak. Mem-fiat artinya memberikan persetujuan dengan membubuhkan paraf atau tanda tangan atau tanda setuju [Lihat Kamus Besar Bahasa indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm. 241.
[75] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 20.
[76] Menurut tradisi, pertemuan antara Maria dan Elisabet itu terjadi di Ain Karim, sebuah kota kecil di sebelah Barat Yerusalem. Di kota ini terdapat dua gedung gereja yang didirikan untuk penghormatan peristiwa itu serta peristiwa kelahiran Yohanes Pembaptis [Lihat Michael O’Carrol, Ensiklopedi Populer tentang Maria (Jakarta: Yayasan Hidup Katolik, 1988), hlm. 57-58.
[77] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 20; bdk. Hendrik Njiolah, Menyelami Makna Doa Salam Maria (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2002), hlm. 14; bdk. juga Petrus Maria Handoko, Santa …, hlm. 70.
[78] Doketisme berasal dari Bahasa Yunani: dokein artinya penampilan atau tampak. Bidaah ini menolak realitas material tubuh Kristus. Menurut bidaah ini Kristus tidak mempunyai tubuh sesungguhnya, selama eksistensi-Nya di dunia, tetapi hanya tampak saja Kristus mempunyai tubuh. Pendapat ini berurat akar pada pandangan yang menyatakan bahwa materi dari dirinya sendiri adalah jahat, lemah dan mematikan. Kesimpulannya, Kristus bukan manusia sungguh-sungguh, hanya tampaknya saja Ia manusia [Lihat A. Eddy Kristiyanto, Maria dalam ..., hlm. 19.]
[79] Bdk. A. Eddy Kristiyanto, Maria …, hlm. 19-22.
[80] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 20.
[81] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 20.
[82] Herman Musakabe, Bunda …, hlm. 174.
[83] Nazaret adalah kota tempat Yesus dibesarkan. Kota itu terletak di Galilea (Luk 2:4) di Israel Utara. Berhubungan dengan itu Yesus disebut orang Nasaret atau Yesus dari Nasaret (Mrk 1:24). Waktu Yesus menafsirkan Yes 61:1 dan seterusnya dalam Kenisah, Ia diancam dan diusir dari kota-Nya itu (Luk 4:16-30). Orang-orang Kristen pertama juga disebut “orang Nasrani” (Kis 24:5). Arti Nasrani itu adalah orang dari Kota Nasaret. Grotto atau gua tempat Malaikat Gabriel menyapa Santa Perawan Maria, terdapat di dalam Basilika Kabar Sukacita di Nasaret. Di tempat itu Maria menjawab sapaan ilahi dengan “fiat foluntas tua: terjadilah padaku menurut perkataanmu” (Luk 1:38) [lihat A. Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid 6 (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2005), hlm. 12.]
[84] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 21.
[85] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 21.
[86] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 21.
[87] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 21.
[88] Petrus Maria Handoko, Santa …, hlm. 79; bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 21.
[89] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 21. Bdk. Konsili Vatikan II, “Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja” (AG), no. 17, dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1195), hlm. 6.
[90] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 21.
[91] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 21.
[92] Paus Yohanes Paulus II, Ensiklik Redemptor Hominis (Penebusan Umat Manusia) no. 20 (Seri Dokumen Gerejawi no. 38), diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1995), hlm. 59-60.
[93] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 21; bdk. Herman Musakabe, Bunda …, hlm. 109.
[94] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 21.
[95] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 22.
[96] Kata Farisi berasal dari kata Ibrani yaitu parash yang berarti dipisahkan. Jadi Farisi berarti orang-orang yang dipisahkan. Bila kita baca dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, kita akan mendapat gambaran negatip terhadap kaum ini. Para ahli Kitab Suci melihat bahwa gambaran negatip kaum Farisi dalam Kitab Suci ini, telah diwarnai oleh gambaran kaum Farisi sesudah tahun 70 M. Pada waktu itu terjadi pertentangan antara kekristenan dan Yudaisme. Pada waktu inilah Farisi menjadi kelompok yang jelas-jelas mempertahankan identitas Yahudiah melawan gerakan-gerakan sectarian. Salah satu gerakan sectarian ketika itu ialah kekristenan. Pada masa Yesus, orang-orang Farisi sebenarnya adalah asosiasi religio-politis yang agak berbeda. Asosiasi itu terdiri dari beberapa imam, kebanyakan ahli-ahli Taurat dan orang-orang bijak, serta pemilik tanah. Biasanya orang-orang itu digambarkan sebagai penafsir hukum yang ketat. Namun, sebenarnya mereka lebih merupakan gerakan revolusioner awam dalam Yudaisme. Inti perjuangan gerakan ini ialah keyakinan mereka terhadap Taurat lisan [Lihat Serpulus Tano Simamora, Yesus: Sebuah Diskusi Kristologis (Medan: Bina Media Perintis, 2005), hlm. 16-17).]
[97] Leonardo Boff, Jalan Salib Jalan Keadilan (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 8-9.
[98] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 22.
[99] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 22.
[100] Bdk. A. Widyamartaya, Jalan Salib Yesus menurut Kain Kafan Turin (Yogyakarta: Andi Offset, 1987), hlm.13.
[101] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 22.
[102] A. Widyamartaya, Jalan …, hlm.17.
[103] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 22.
[104] Leonardo Boff, Jalan Salib …, hlm. 27-28.
[105] Leonardo Boff, Jalan Salib …, hlm. 27-28.
[106] A. Widyamartaya, Jalan …, hlm. 63.
[107] Leonardo Boff, Jalan Salib …, hlm. 9.
[108] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 22.
[109] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 23.
[110] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 23.
[111] Bdk. Leonardo Boff, Jalan Salib …, hlm. 155-156.
[112] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no 23.
[113] ST. Darmawijaya, Pengantar ke dalam Misteri Yesus Kristus (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 77-78.
[114] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 23.
[115] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 23.
[116] Deiparae Virginis adalah sebuah ensiklik yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII pada 1 Mei 1946. Ensiklik ini berisikan pertanyaan yang ditujukan kepada para uskup sedunia perihal penetapan dogma Maria diangkat ke surga [Lihat Yun Lesek, Rahasia Gelar-Gelar Maria (Jakarta: Fidei Press, 2005), hlm. 66.]
[117] Alfred McBride, Images …, hlm. 154.
[118] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 23.
[119] Petrus Maria Handoko, Santa …, hlm. 85.
[120] bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 23.
[121] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 23; bdk. George A. Maloney, Maria Rahim …, hlm. 82.
[122] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 23.
[123] Paus Yohanes Paulus II, Menjadi Manusia Baru dalam Kristus, diterjemahkan dari Buku Celebrate 2000 oleh M. Hardjana (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 25-26.
[124] Lihat 1 Tim 2:5-7; lihat juga Ibr 4:14-16.
[125] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 9.
[126] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 10.
[127] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 11.
[128] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 13.
[129] Bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 24.
[130] A. Eddy Kristiyanto, Maria …, hlm. 69.
[131] A. Eddy Kristiyanto, Maria …, hlm. 69-70.
[132] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 11.
[133] Paus Yohanes Paulus II, Menjadi …, hlm. 26.
[134] A. Eddy Kristiyanto, Maria …, hlm. 81-82.
[135] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 14.
[136] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 24.
[137] A. Eddy Kristiyanto, Maria …, hlm. 89.
[138] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 16.
[139] Bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 24.
[140] Petrus Maria Handoko, Santa …, hlm. 113-114.
[141] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 15.
[142] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 16.
[143] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 19.
[144] Antropologis: merupakan kata sifat dari antropologi. Kata atropologi berasal dari bahasa Yunani yaitu anthropos yang berarti ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk manusia dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisiknya, masyarakat dan kebudayaannya [Lihat Ensiklopedi Indonesia Jilid 1 (Jakarta: PT. Ichtiar-Van Hoeve), hlm. 244.]
[145] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 25.
[146] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 25; bdk. Yon Lesek, Rahasia …, hlm. 49-50; bdk. juga A. Eddy Kristiyanto, Maria …, hlm. 52.
[147] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 25.
[148] Bdk. ST. Darmawijaya, Pengantar …, hlm. 116-117.
[149] Eklesiologis (eklesiologi) berasal dari bahasa Yunani: Ecclesiology, yang berarti studi mengenai Gereja. Cabang teologi ini secara sistematis mempelajari asal-usul, hakikat, ciri-ciri khusus dan perutusan Gereja. Perjanjian Baru memberi gambaran mengenai Gereja, misalnya: mempelai Kristus (Ef 5:25-32), Umat Allah (1Ptr 2:10, Rm 9:25), Kenisah Roh Kudus (1Kor 3:16; 6:19), keluarga Allah (Ef 2:19-22) [Lihat Gerald O’Collins-Edward G. Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 64.]
[150] Bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 37.
[151] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 37.
[152] C. Groenen, Mariologi …, hlm. 175.
[153] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 37.
[154] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 37.
[155] George A. Maloney, Maria …, hlm. 162.
[156] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 37.
[157]LG no. 62, dikutip dari Willem Daia, Rosario…, hlm. 36.
[158] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 37.
[159] Eskatologis (eskatologi) berasal dari bahasa Yunani: eschatology yang berarti pengetahuan mengenai hal-hal akhir. Maka eskatologi adalah cabang teologi yang mempelajari kepenuhan Kerajaan Allah sebagaimana dinyatakan dalam Perjanjian Lama mengenai persiapannya (misalnya, harapan mesianis) pewartaan Yesus dan ajaran Gereja Perjanjian Baru [Lihat Gerald O’Collins-Edward G. Farrugia, Kamus …, hlm. 73.]
[160] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 33.
[161] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 33.
[162] Bdk. Wilfried Stinissen, Maria dalam …, hlm. 185.
[163] Bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 33.
[164] George A. Maloney, Maria Rahim …, hlm. 174.
[165] Typus: kata ini sering dianggap sama dengan model, pola atau contoh. Namun kata ini pertama-tama menunjuk pada seorang tokoh (figur), yang mempunyai sejarah hidup pribadi dan karier tertentu. Berdasarkan pengertian ini orang sering menyimpulkan bahwa rencana Allah untuk menyelamatkan manusia disingkapkan secara menyeluruh melalui pribadi tertentu bernama Maria; yang berperan membantu manusia untuk mencapai kesatuan dengan Kristus seperti ia sendiri bersatu dengan Kristus [Lihat A. Eddy Kristiyanto, Maria dalam …, hlm. 58.]
[166] A. Eddy Kristiyanto, Maria …, hlm. 97-98; bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 23.
[167] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 24.
[168] Willem Daia, Rosario …, hlm. 18.
[169] Willem Daia, Rosario …, hlm. 26.
[170] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 32.
[171] Willem Daia, Rosario …, hlm. 26.
[172] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 32.
[173] Willem Daia, Rosario …, hlm. 26.
[174] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 32; bdk. Herman Musakabe, Bunda …, hlm. 171.
[175] Willem Daia, Rosario …, hlm. 17.
[176] Herman Musakabe, Bunda …, hlm. 171.
[177] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 32.
[178] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 32.
[179] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 33.
[180] Willem Daia, Rosario …, hlm. 26.
[181] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 33; bdk. Hendrik Njiolah, Menyelami Makna Doa Salam Maria (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2002), hlm. 7.
[182] Hendrik Njiolah, Menyelami …, hlm. 7.
[183] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 33.
[184] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 33; bdk. Hendrik Njiolah, Menyelami …, hlm. 17.
[185] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 33.
[186] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 33.
[187] Alasan Nestorius melarang penggunaan gelar Maria sebagai Bunda Allah (Theotokos) karena berbau mitologi kafir karena seoleh-oleh Allah mempunyai ibu; sehingga Maria menjadi mirip dengan dewi, bunda dewa-dewi dalam mitologi kafir. Ia bersama para pengikutnya mempertahankan bahwa pada Yesus ada dua subjek dan dengan arti itu dua “orang”, yaitu Firman Allah atau Allah-Anak dan manusia Yesus Kristus. Maria adalah ibu manusia itu, karena itu ia boleh disebut “Anthropo-tokos” (yang melahirkan manusia) atau “Khisto-tokos” (yang melahirkan Kristus) [C. Groenen, Mariologi, Teologi dan Devosi (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 150; bdk. Willem Daia, Rosario …, hlm. 27.]
[188] Fx. Wibowo Ardhi, Mari Berdoa Salam Maria (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 38.
[189] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 34.
[190] Bdk. Willem Daia, Rosario …, hlm. 28.
[191] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 34.
[192] A. Eddy Kristiyanto, Maria …, hlm. 80.
[193] Herman Musakabe, Bunda …, hlm. 168.
[194] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 17.
[195] Willem Daia, Rosario …, hlm. 34.
[196] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 14.
[197] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 14.
[198] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 14.
[199] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 26.
[200] Santo Louis de Montfort adalah seorang pewarta Rosario ulung. Berhubungan dengan gelar Maria sebagai Bunga Mawar Yang Ajaib, ia mengatakan bahwa mawar itu melambangkan Yesus dan Maria dalam kehidupan, kematian dan keabadian. Daun mawar hijau adalah misteri-misteri gembira. Durinya adalah misteri-misteri sengsara. Bunganya adalah misteri-misteri kemuliaan Yesus dan Maria. Kuncup-kuncupnya adalah masa kanak-kanak Yesus dan Maria. Kelopaknya yang terbuka adalah lambang penderitaan mereka. Dan mawar-mawar yang sudah mekar penuh melambangkan kemenangan serta kemuliaan Yesus dan Maria [Lihat Willem Daia, Rosario …, hlm. 9.]
[201] Willem Daia, Rosario …, hlm. 43.
[202] Gelar tersebut diberikan kepada Maria sehubungan dengan terangkatnya ia ke surga. Dikatakan bahwa Maria adalah sarana yang dipergunakan Kristus untuk datang dari surga demi membebaskan kita dari dosa. Di samping itu Maria juga adalah pintu, melalui mana Yesus masuk ke dalam dunia ini [Lihat Yon Lesek, Rahasia …, hlm. 12.]
[203] Alfred McBride, Images …, hlm. 11.
[204] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 26.
[205] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 26.
[206] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 26.
[207] Kata liturgi berasal dari bahasa Yunani yaitu leitourgia (leitos dan ergon). Leitos: bangsa, ergon: karya. Secara harafiah leitourgia berarti karya pelayanan yang dibaktikan demi kepentingan bangsa. Pada awal mulanya, liturgi berarti karya publik, pelayanan dari rakyat dan untuk rakyat. Pada abad ke-2 Sebelum Masehi istilah liturgi menunjuk pada dimensi kultis. Perubahan dan perkembangan ini terjadi pada peristiwa penerjemahan Kitab Suci dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani oleh kelompok Septuaginta. Namun dalam Septuaginta, istilah liturgi tidak pernah berhubungan dengan imamat, seperti yang kita pahami sekarang ini. Imamat dalam Septuaginta selalu menunjuk pada imamat Perjanjian Lama. Mulai Perjanjian Baru, istilah liturgi digunakan dalam konteks pelayanan imamat, yakni pelayanan imamat yang berpusat dan bertumpu pada kehidupan Yesus Kristus [Lihat Aloys Budi Purnomo, Merayakan Iman dalam Ibadah dan Doa Bersama (Medan: Bina Media, 2000), hlm. 3.]
[208] J. Laurenceau-A. Buono, Rosary …, hlm. 301-302.
[209] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 4.
[210] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 13.
[211] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 13.
[212] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 5.
[213] Herman Musakabe, Bunda …, hlm. 177; bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 5.
[214] Wilfried Stinissen, Maria dalam …, hlm. 191.
[215] bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 10.
[216] George A. Maloney, Maria Rahim …, hlm. 32; bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 10.
[217] George A. Maloney, Maria Rahim …, hlm. 32; bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 10.
[218] Bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 40.
[219] Herman Musakabe, Bunda …, hlm. 172-173.
[220] A. Heuken, Ensiklopedi Gereja I …, hlm. 252; bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 6.
[221] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 6; bdk. Wilfried Stinissen, Maria dalam …, hlm. 191.
[222] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 40.
[223] Bdk. Herman Musakabe, Bunda …, hlm. 173.
[224] Yon Lesek, Rahasia …, hlm. 16; bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 15.
[225] Yon Lesek, Rahasia …, hlm. 17; bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 15.
[226] Bdk. C. Groenen, Mariologi …, hlm. 176.
[227] Bdk. Wiliam Daia, Rosario …, hlm. 13.
[228] Bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 6.
[229] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, hlm. 3.
[230] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 40.
[231] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 18.
[232] Bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 23.
[233] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 26.
[234] Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 33.
[235] Bdk. Paus Yohanes Paulus II, Rosarium …, no. 3.
20080717
Langganan:
Postingan (Atom)